jendela nella s wulan ,

jendela  nella  s wulan     ,

Rabu, 09 Maret 2011

APRESIASI penyair Muh Rain pada puisi Lollapalcoza 2

Lollapalcoza, 2

Oleh: Nella S. Wulan


berawal september. empat lima bulan berselang, bersirobok
pandangku mencium angin. 'keadaan membaik, yang amat baik'.
sebab kata adalah doa. pena melantun dari lompatan dingin
tumpukan impian. dan beginilah imaji merekam daya. dari mem-
baca skema.

lollapalcoza adalah doa kini dan masa depan. nafas kita untuk
bumi seisinya. menyimaknya dari bibir bibir mereka pemikir
bangsa, menggetar indah. menenangkan. menyimaknya dari
panggung lazuardi award serupa lontaran cinta. pemain bola
teriakkannya di lapangan bola pun sontak harubirukan lapang
nadiku. lollapalcoza! tak terengah lagi lajunya mencetak gol!
menangkup tangan bertutur syukur.

ketika leluhur siduru airmata, lalu pekik pun memalung relung ,
berairmata. cinta, duniaku lollapalcoza!

*****
bdg, 21 Pebruari 2011




GAUNG APRESIASI MUHRAIN

Doa Antara Riuh Pena dan Bola



Bagi pembaca seperti saya, simbol “Lollapalcoza” yang sekaligus dijadikan judul puisi Nella S. Wulan kali ini lebih terdengar semacam suara menggema di tengah keriuhan. Keriuhan yang bernilai positif tentunya, sebab penulisnya sedang berpesta dalam menciptakan semangat baru, berupaya menghadirkan nilai positif dari kehadiran dunia “Pena” dan dunia “Bola”. Dua tema ini (Pena dan bola) dapat kita cermati dalam cuplikan larik puisi bait pertama ini sebagai berikut:


…pena melantun dari lompatan dingin
tumpukan impian….

Kita cermati betapa tenaga kepenulisan, tenaga pena dan ruang yang padat dalam menciptakan banyak harapan (tumpukan impian) telah membuat dunia menjadi berbeda, tidak kehilangan keinsyafan kehidupan melulu praduga. Di bait pertama ini Nella sedang mengajak pembacanya menghayati betapa dunia pena mampu merekam tenaga, daya untuk segala harapan kehidupan itu sendiri, perhatikan:

… imaji merekam daya. dari mem-
baca skema.

Dalam penutup bait pertama ini, penulis sedang semangat-semangatnya mengawali pengantar puisinya tentang suatu dunia berkarya, menulis dan menyatakan pemikiran lewat karya tulis. Sebab bagi penulis puisi ini, dengan menulis, maka kehidupan yang terhampar itu seolah sedang ditimbang baik buruknya, dijadikan semacam ancang-ancang, penulis menutup bait dengan kata-kata:

….dari membaca skema.

Maka tampak sekali bagi kita yang membaca puisi ini bahwa Nella sedang menawarkan pembacanya tentang kebaikan-kebaikan suatu bahasa pena, yang baginya dianggap pula bahasa doa:

… sebab kata adalah doa…

Telaah terhadap dunia menulis yang saya kira tidak sembarangan, asbun dan sekedar mencoba-coba berfilsafat belaka, sebab dengan cuplikan larik-larik puisinya, Nella sedang menawarkan suatu pemikiran yang utuh.


Beranjak ke bait kedua, kita semakin menikmati pola, bentuk pengucapan yang lebih dikenal sebagai tipografi (perwajahan puisi) yang lebih terkesan semacam cuplikan-cuplikan pemikiran penulis yang seolah sedang bermonolog, menyatakan pendapat-pendapatnya secara alami, mengalir tanpa hambatan berarti. Penulis tetap komitmen mengembangkan bait kedua ini dengan prilaku puisi yang tampil beda dibandingkan model penulisan puisi saat ini. Puisi ini cenderung mengabaikan fungsi tanda titik sebagai tanda berhentinya suatu kalimat/larik. Biasanya tanda koma mampu menggantikan upaya menghentikan sementara pengucapan-pengucapan suatu bahasa. Namun Nella tidak sedang menulis karya ilmiah, sebab itu sah-sah saja ia melakukan pelanggaran penggunaan tanda baca semacam ini, sejauh dianggapnya mampu meningkatkan nilai sebuah karya puisi. Nilai yang nyata dari pembubuhan tanda titik dalam puisi ini lebih kepada penciptaan cuplikan-cuplikan semacam puccel yang pada akhirnya akan membuat bulat dan utuhnya suatu pemikiran.


Perayaan akan sebuah pemikiran tampil dengan menyebut-catut suasana pertandingan bola, penulis sedang mengajak pembaca untuk merayakan kebeningan pemikiran yang ditawarkan olehnya, tema bola tanpa canggung begitu segar hadir dalam bait kedua puisi ini, perhatikan:

…pemain bola teriakkannya di lapangan bola pun sontak harubirukan lapang
nadiku…

Tergambar suasana teriakan di tengah lapangan setelah gool berhasil dicetak, setelah suatu pemikiran mampu memecahkan kebuntuan kehidupan, korelasi antara peristiwa bola yang glamour selanjutnya begitu gampang dan lapang dihubungkan Nella ke ranah kehidupan yang lebih luas, kehidupan yang sebenarnya, yang banyak menyita para pemain saling sikut, saling serang demi keberhasilan yang dicita-citakan.


Teriakan lollapalcoza yang sedari judul sudah ingin digambarkan oleh penulis puisi ini selanjutnya diterakan pada baris penutup bait kedua, perhatikan:

…lollapalcoza! tak terengah lagi lajunya mencetak gol!
menangkup tangan bertutur syukur.


Merayakan kehidupan dengan penyimbolan kata Lollapalcoza, tentang sebuah kegembiraan hasil suatu perjuangan. Lalu kita bisa dengan yakin terhadap pernyataan-pernyataan penulis puisi ini sejak dari awal perjalanan bait pertama juga bait kedua, agar pada akhirnya kita mampu memahami mengapa segala sesuatu penting untuk dirayakan, sebagaimana kehidupan itu sendiri. Menikmati kehidupan salah satunya adalah dengan mensyukuri dan merayakannya.


Selanjutnya, penulis ini menutup bait akhir puisinya dengan menyatakan mengapa kita harus merayakan kehidupan, bukankah kehidupan sejatinya adalah bekal perjuangan yang telah diusahakan oleh para pendahulu, oleh para pakar yang telah pengalaman, kehidupan adalah sesuatu yang tak bisa ditampilkan jika terlepas dari masa lalu, kehidupan tak bisa ada tanpa proses-proses awal yang telah dimulai oleh generasi terdahulu. Mari kita cermati intensitas daya ungkap Nella yang semakin baik di bagian akhir puisinya ini:


ketika leluhur siduru airmata, lalu pekik pun memalung relung ,
berairmata. cinta, duniaku lollapalcoza!

Yach… Lollapalcoza! Suatu intensitas daya ungkap merayakan yang pas versi Nella, kita yakini penulis ini sedang benar-benar bersemangat menggairahkan suatu penghargaan terhadap kehidupan. Lewat penghadiran dua tema: pena dan bola, saya kira cukup menjadi cerminan bagi pembaca puisi ini untuk tak lagi menyiakan keadaan dan merasa tak beruntung. Sebab setiap yang hidup tentu masih bersama dengan kesempatan dan kesempatan inilah yang harus kita rayakan dengan bijaksana, dengan menghargai kehidupan itu sendiri. Patut bagi kita mencermati puisi semacam ini, selain tampil baru dan tidak terlalu memaksakan penggalian-penggalian terlalu dalam terhadap sebuah tema kepuitisan, tidak berpura-pura berfilsafat dan seolah paling banyak mampu memberi penawaran pemikiran. Seorang Nella dalam kesederhanaan, seorang manusia yang mampu berpikir bijak, mengecilkan perkara besar yang sejatinya remeh dan menghapus perkara kecil tanpa ada arti. Ya.. tentu… Lollapalcoza! Selamat berpuisi Nella. Salam apresiatif dari Aceh.



Muhrain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar