jendela nella s wulan ,

jendela  nella  s wulan     ,

Senin, 21 Oktober 2013

PAPYRUS

DI KOTAKU, baru saja air-air langit tiba luncur
Lompatannya dilahapserap jejalanan
Harum tanah, aroma lengan kemarau
Sejuk dan hangat
Sehangat papyrus kisah, yang meleleh disuatu kening
Saat pagi, hingga petang ke usai lembayung

Tengok, lihatlah beranda depan
Dedaun menyeringai, kelopak menarik lengkung
semakin kuat berayun di reranting

Hari pagi
Papyrus membuka
Alam luas
Kelapangan hatilah ijinkan tumbuh pohon
dan rebak kuncup bebunga
Angin semarak, membiru piuh gelombang
Aruskan huruf-huruf
Jumpalitan tanda-tanda baca menahan deras tumpahannya

Hingga suatu hari,
disecarik sobekan, yang telah diremas-remas
kusut kusamnya tinta kubaca
: rindu pada damai hati
membawa setiap bongkah kerikil

Doa dipagisenja
untuk semaraknya genggam jilid demi jilid lembar papyrus
Sebagai lengkung yang rasai bebirai
Untuk ditorehnya putih dari sejati jangkau
Dari setapak demi setapak yang bersama menaruh ungu merah kata

Disadari atau tidak, melusuh derai
Kertas kusut ditulis seseorang
Dari suatu negeri rimbun
Hidup bermasyarakat untuk adab dan adil
Membiar gelombang terbangkan kumpulan tugas
Kertas menumpuk, menumpangtindihi pedih dan lembur. Sedu. Kelu.

Maka kemarau adakalanya semakin terik
Dari baca-baca harian, mingguan, banyak insan merapuh
Emosi memulai, meninggi ucapan segera
Ada ketaktahuan, ada gemas, kusam dan muram
Air-air langit deras. Orang-orang peduli.
Orang-orang acuh tak acuh
Menerbang huruf-huruf. Membiar letak tak beraturan

Kalimat-kalimat acapkali tak berpegangan. Papyrus lusuh
Maka diambilnya berjilid-jilid lembaran putih untuk ditulis
Mengikat dijari-jari, tinta biru, merah dan hitam
Huruf-huruf dibaca, beraturan. Kini dan nanti
Dengan damai Dengan genggaman
Menyejuk ketika semburat matahari tiba. Hari baru.
Membiar muncul tetunas di tepian kemarau
Sejahtera alam. Dengan baik
Menyerta tak pendami keributan yang pernah pasang.
Maka Papyrus membuka. Pepintu jendela luas

***** Bandung, 21 Oktober 2013

Jumat, 11 Oktober 2013

BROS VUZLA *prosa

Bros V U Z L A .......... BINTANG-BINTANG bermunculan. Bulan menemani keharuan bentang. Menyapa jejalan lengang sebab larut malam kian temaram. Kendaraan melaju berbagai arah, ke tempat tinggal masing-masing pengendara. Pekerja shift malam giat beraktifitas. Bebatu jalan berserakan. Para pejalan seharian melewati aspal dengan menendang-nendang gundukan batu. Perbaikan trotoar. Toko-toko mulai tutup, walau ada beberapa terjaga, masih melayani pembeli. Mini market tetap terang, sebab buka 24 jam. ...................................... SERUNI termangu, terdiam menata detak yang hujam sedari pagi.Jikalau, ah , kata yang tak boleh kuingat malah selalu terngiang. Pemakluman akan berandai-andai, luap pikir yang semestinya tak usah lanjut. Tapi, tetap. Jikalau bapak masih ada. Jikalau bapak masih menemani hari-hari yang ditempuhnya bersama Ibu dan Menik adik semata wayangnya, barangkali hidupnya lebih dari cukup. Seruni tak perlu membawa jajanan untuk dijual di warung sekolah. Seruni tak mesti berhujan keringat sepulang sekolah untuk mendapat tambahan penghasilan. Membantu Ibu, untuk membeli sepatu dan buku-buku tulis untuknya dan Menik. Dari teman sekelasnya, hanya ia sendiri yang harus membanting tulang. Seorang diri. Seringkali Seruni turut tersenyum menyaksikan kemanjaan teman-temannya. Membawa kue-kue bekal yang jarang ia makan. Melihat mereka tergelak tertawa-tawa saling ejek. Atau terkadang harus mengelak bila seorang diantaranya mengajaknya main, walau hanya makan baso di cafe biru, bahkan menonton film di bioskop. Cerita-cerita tentang Cars Toy, Harry Potter ia ketahui dari cerita teman-temannya di kelas. Senang ia memperhatikan dongeng temannya. Seringkali ia renungi apa-apa yang amat berbeda dengan lainnya. Ya Allah, Kau cipta alam segenap isinya untuk saling isi, saling melengkapi. ..................................... LIMA tahun kemudian. Bebulir jerih payah ibu, mengantarnya kebangku kuliah. Tak lagi keluh bersimbah keringat. Tempaan mampu membuatnya mengartikan cucurannya. Pengorbanan ibu! Tak sebanding dengan apa yang telah diperbuat. Seruni dewasa, memberi les-les privat seusai kuliah. Pun mengajar dibeberapa tempat kursus.Tak lagi bergantian sepatu sekolah hitam lusuh dan sobek dengan Menik. Meski sederhana, ia bisa membeli sepatu plastik buatan China yang dibelinya di pusat kota. Menik masih di SMA. Ia mendapat beasiswa, hingga mendapat uang saku untuk beli buku tulis dan transpot ke sekolah. Ia membantu ibu berjualan, membuat gorengan.................................BROS Vuzla! Beberapa hari ini ibu-ibu memperbincangkan bros Vuzla. Tidak saja para wanita pejalan kaki di trotoar, pun ibu-ibu arisan juga pembeli lotek di warung ibu. . . ...................................................... ***** Bandung, 12 Oktober 2013