jendela nella s wulan ,

jendela  nella  s wulan     ,

Kamis, 29 Agustus 2013

HIDANGAN *prosa liris

Kota hampar.Di tepian penghujan, cuaca sesekali berubah membawa hidangan. Di meja, tersaji banyak makanan di piring-piring dan mangkuk. Rupa-rupa minuman mengetuk rasa untuk meneguk dan menelannya. Dari lapar serta dahaga yang beralih menjadi tak lagi. Meja berbagi saji, bebangku berbagi duduk. Di tempat ini, cuaca selalu sejuk, tak ada yang memaksa ataupun dipaksakan. Apa adanya. Seperti pagi, yang telah jarang mengembun, sebab kering sebelum mentari sinar. Biasanya orang-orang akan saling genggam. Tetapi akhir-akhir ini ada yang kelu dengan itu. Ketakpastian yang membirujauhkan sejati, keheningan. Sekarang memanglah bukan tahun-tahun lampau. Banyak terjadi perubahan. Dari orang-orang yang setia berkunjung. Kelakar dan obrolan yang diucap, pun pakaian yang dikenakan. Walau hidangan di meja-meja ini menawarkan beberapa menu klasik. Hangat mengalun dan tahan lama. Pengunjung selalu bertanya dan memesan untuk dibuatkannya. Pagi selalu menghantar kisah, ke siang serta senja dan malam yang membawa kenangan. Segalanya bisa ditaruh berlembar-lembar, atau bisa juga untuk memacu rekahan bebunga kertas. Hidangan. Ada beberapa kekeliruan memahami tempat ini, bila tak mengenalnya dengan dekat. Orang-orang bilang, dulunya kumuh, tapi entah. Ada hati redup dan cerlang, cahyanya sebab temaram. Rindu berbincang yang begitu saja membuah doa. Maka mengajak pandang akan ramah kayu-kayu meja, keikhlasan bebangku teramat penting. Bersahabatlah dengannya. Ia akan menyaji hidangan yang agak sulit dicerna untuk ukuran hidup masa kini............................................................................................................................................. * Bandung, 29 Agustus 2013

Minggu, 04 Agustus 2013

RAMADHAN 1434 H

***** malaikat tak henti bersayap. tinggi merendah menatap mengejar siapa apa yang patut ditatap. ditarik, diangkat oleh doa doa, atau diulur untuk menyulang rerupa hal. bagaimana mungkin tak derai doa, menelisik aksara di dinding langit serta bumi. dari setiap nuansa. dari para penarik buhul, untuk makin damai. untuk makin tenang pada bentukan cinta cinta diramadhanNYA ***** bandung, 05 Agustus 2013 ^MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN, MAAF LAHIR & BATHIN ......

Kamis, 01 Agustus 2013

CERPEN: PAGI, SEMESTA

***** Tepian malam membawa lirih bebintang. Tibalah bebulir, dengan perlahan memasukki lengan pagi. Derai penghujan berbulan-bulan. Kemarau memulai dentang, menguncup. Memaafkan masa-masa yang sekian lama direnggut. Musim betapa bergelombang tanya. Semenjak lalu, riak-riak berebut kecipak. Pagi, semesta . . . ..................................................... Reranting membisu. Mengejar semi musim teramat nanti. Bila mereka reranting, kering diterpa angin. Selalu bersulang diri dan berulang. Dari kisah pepohon dengan dahan ranting, bunga serta buah _ jika ada. Ketika mereka reranting sunyi. Bisu seusai rimbun daun cengkeramai. Setanggal pesinggahan kelopak bunga. Pejalan kaki pandangi elokmu. Duhai dimusim kini, badai kepakkan patahan. Lalu angin muarakan. Reranting bergesekkan, menghulu. Mereka tak sendiri selami masa. Begitupun aku. Kisah tak sendiri. Sunyi menyaksi denting reranting. Menyelam di lautan rimbun. : ketika merupa masih. bawa pesan akan nasib. cernai senyap. mendaur bisu. ***** bdg, 21 Nopember 2010 ***** Bandung, 02 Agustus 2013