jendela nella s wulan ,

jendela  nella  s wulan     ,

Senin, 28 November 2011

JENGKAL PASI


awalnya bersimbah pasi
menit menit rindu yang parau
menjengkal setiap peluh
tarikan dan nafas tubuh
merobek dinginnya kenang

berikutnya adalah lompatan
kata menarikan kata
di langit mana malaikat menuntun
hingga berlembar lembar
api menari nari

aku ada, untukmu_ kau pun padaku
kemudian malaikat bersenandung
jingkat, pejam belalaknya hangat
urai lipatan resah
bahana sunyi, pasi akan kehilangan

*****
bandung, 29 Nopember 2011

TETESAN LANGIT


menetes langit, musim merubah rupa. rerintik mulai
tandang dengan alir perlahan. ia tak pertanyakan ke
mana saja alurnya. kehidupannya ialah bagi keba -
hagiaan teman, sahabat serta orang terkasih. takkan
ia pilah lajur pun tak ingin ada pilu sayatan dari kebe
radaan. ia bawa doa rindu ketulusan saja, takkan
membelukar dengan reranting genggam lainnya.

barangkali ketika beranjak senja, rebahan melupa
akan pertemuan yang pernah. lalu menguap demi lem
baran kisah yang harus tuntas diketukpena sigap. rim-
bun senyum adalah hidup kita.

di bebukit jauhnya, rerintik menjadi laut. telah melaut
air airmata relung dari jajaran palung palung. henyak
meriak, lompatan yang ombak dibuncah gejolak senja.
senja kata demikian hingar. kerutan uban pagi, decak
kagum akan sayap sayap kata kasihnya. kian hangati
muasal tetes langit yang bertualang di pangkuan bumi.

*****
bandung, 29 Nopember 2011


Kamis, 24 November 2011

HINGAR SEAYUN SENYAP

wahai hingar seayun senyap
derak pijar derik tungkai
pun cercah jari jari tangan
berseteru tintakan relung

wahai hingar, reranting sejuk gerimis
telah sedemikian genggam, darah tulang
hingga tak terkira, padamu helai
seayun senyap, rintik semilir

*****
bandung, 24 Nopember 2011

Senin, 21 November 2011

KITA, DI SINI (*HERE WE ARE)


kita, masih di sini
di lorong perbincangan, dinding turut menangkup, bisik .
malaikat memahat cahya di relung hingga tangan kaki orang orang
kecintaannya, oh bumiku


* here we are, still
   in the convers cave, the wall whispers
   the angel scarve a lantern of soul to His loved people's arms and legs
   oh thee oh earth



*****
bandung, 21 Nopember 2011

Kamis, 17 November 2011

JABATTANGAN PAGI




terkadang licin bukit papyrus dan  lembah  kata ,  tapi  binar  mentari
pandangi semesta didamai pagi , masihkah nampak oenone _ malaikat 
gunung purba,diinduk ilmu yg layari cyprus diabad ini ? bumi  khidmad 
akan kata sepakat bagi ketahanan semesta. lalu pepohon tangguh di 
segenap  keikhlasan,  padanya mentari  jabattangani  hari hari  yang 
senyum indah. masih kularik doa,persembahan yang tak bosan bosan-
nya ketika adaku menggurat sayang. melepuh  debur diguyur rerintik.
ia, interludekan ucap doa yang sama atau entah.

telah hampar aspal sejuk, kilat sepatu derapkan langkah mewarna ma-
tang. larian kecilnya, kidung alam. kukuh tungkai  ialah  sayap sayap
yang lebarkan kepak pada langit pada bumi. jabattangani pagi.kusimak
bening mentari menarikan sayap di jari jari menawan.

*****
bandung, 18 Nopember 2011

TELAPAK TIMUR




ketuk ketukkan jarimu, agar angin terus aromakan mentari
sketsa pemahaman akan rerupa ingatan
sejak kembang telapak pagi, hingga tiba serenade lembayung

lalu lalang orang datang dan pergi, memberi sapa, melontar ucap
hanya semata kata indah, juga huruf huruf yang tumbuh dari timbunan
lukisan hati, menari nari di lautan relung berombak serempak hingga
berkeping keping serpihan berlompatan dibalik pintu  dengan derak tipis

terkadang tak kukenali diri, selalu tanya jadi kalimat  dipiuh mulut orang orang
ada asumsi, dugaan, afirmasi pun negasi sebagai orang, diberdiri dudukku
masih mengadab di putaran jaman yang kian seteru

jari jari orang itu disuatu hari, nampak mengepal, ditaruh disaku pinggir celana
sebagian melebar, meraup angin sekira akan kembangkan semilir 
ada juga yang masih mengetuk ketukkan jari, sketsakan ragam ingatan pagi
tak ia lenyap ditiup derap hujan, sekuyup apapun tetap teringat
akan timbunan pagi, dengan pucuk pucuk bunga kian mekar
akan berlariannya telapak dikepak kepak timur ke barat, selatan dan utara
beberapa  masih belum paham akan cinta, tak memaksa, tak meluka
mewarna ketika jelang esok, pemanusiaan sejati wanita dan pria
sejak kembang sayap pagi, hingga tiba serenade lembayung

*****
bandung, 17 Nopember 2011

Minggu, 13 November 2011

MEJA KAYU


terkadang bibir doa tergeletak di meja kayu, ia membiar hingga jari jari menjadi debu. 
tapi bukan telapak tangannya, sebab aku masih ada dengan lembaran yang memintal 
kata yang telah terlontar, hingga ucap yang akan dilarik di pagi ketika suam suam men-
tari rayakan senandung embun. hingga senja, dilembayung yang riang menyongsong
kibar riak bebintang. 

kemana ia sembunyikan senyum? sekira pagi, usai ufuk masih bibir bibir  getarkan doa.
ia datang, sebab bila aku ada maka ia pun ada. bila merindu, begitupun adanya. juga
senyumnya, dapat sirami setiap gundah. meja kayu usang, pudar warna pelitur setia
dengan desau doa. barangkali doa yang sama, atau entahlah. ia peras segala pikir, 
aku atau ia yang terhalau. senja ini, aku tak ingin senyum, dari beberapa hari lalu. se-
jak perut menimpuk macam gejolak rasa. sejak runcing gerimis, basahi sekitar tempat
hunianku.

di meja kayu ini, masih aku melarik huruf huruf pagi. dan tak bosan bosannya mentari
hangatkan embun betebaran di helai tangan. pun telapak kaki, kubiarkan lantai dingin-
kannya, hingga terasa nian hangat ketika kutarik, kupeluk senyum yang kadang tak
kumengerti maknanya. walau selalu mencoba paham, bahwa kujumpai senyum pagi
di manapun. tak berserak, tapi genggami tulang tulang ke mana aku menggerak. bang-
ku bangku kayu masih di sini, pun meja kayu. ia turut melarik luapan ucap.

terkadang bibir orang orang tertinggal di tepian meja ini. dari sekedar teriakan iseng,
cemooh canda, atau resah kata yang belum tertata apik. bagaimana kayu meja harus
menyangga kata, bagaimana kaki mesti melangkah. ia harus menunjukkan secermat gerus-
an waktu yang kian pudarkan warna kayu. kata doa, ya doa kata juga harus senantiasa
ada, lingkupi lapang kayu. hangati bangku bangku yang tetap di dekat meja. sesekali debu
menyapu piuh, tepukan tapak tangan halaukannya. untuk melarik syair, menulis  hari hari
yang masih Tuhan sapa bagi kita. ada yang bersuka, berduka, kecewa, atau menatapi masa
yang dilewati. cinta bahkan cemburu, memburu rasa orang orang, silih berganti. ada perte-
muan yang akan hingarbingar dari sejumlah mata  pena. dari kata yang tertawan di-
ramu paduan tuts tuts huruf. redam senyum, persembahan kasih yang entah mewarna apa.
meja ini jujur. ia pudar bila cairan keras terus menggerus. atau mengelam hitam, bila dibakar
nyala. coreng moreng ditoreh goresan. ia akan kilau mengkilat oleh cat pelitur pulasan.

menerus terpintal kata, dari suam suam mentari di debur pagi bingga lonjakan bebintang di
debur malam.

 
*****
bandung, 13 Nopember 2011

Jumat, 11 November 2011

DEBUR DOA

bebintang dan bulan jingga
ialah debur  d o a  malam


*****
bandung, 11 Nopember 2011

Rabu, 09 November 2011

RIWAYAT PAPYRUS


ketika kata mengolah helai helai papyrus, ada siapa jumpai siapa, dimana
dengan apa apa yang tersirat dan tersurat. bahasa senyapnya dialun ke-
senduan. lalu ke mana, di mana ia ? dari mana muasal tumpukannya ?

baiklah, kayu kayu tipis diolah dengan cinta, untuk kering, menjadi lembar
demi lembar. serat singkong dan jenis palawija lain, bisa ia sumbangsihkan
untuk menjadi alas torehan kata kita.daur ulang bahan: pengorbanan bagi
pahlawan kertas. limbah kerbau, sapi, domba pun gajah meruah serat se -
ratnya. kotoran herbivora dipilih dan dipilah, dicuci berulang kali. hingga 
rebusan tiada bakteri, diblender, dicetak, diangin angin agar kering.  buka
perlahan dengan sukacita. meriwayat telah helai helai kertas, riwayat papy
rus persembahan bagi kita. menari nari dengan pena dan pensil, atau meno-
reh lekuk apapun hingga indah, hingga menari hati akan kata dari lengkung
lengkung goresannya.

ada siapa jumpai siapa, dimana dengan apa apa yang tersirat dan tersurat.
ada letupan kasih, torehan doa rindu dengan bahasa syahdu, ketika kata me-
ngolah helai helai papyrus. hingga melarik, esok dan esok. dengan melipat pe-
dih buram, menghalau kusut, sayap sayap jari masih kepak,tuangtuliskan larik.

*****
bandung, 09 Nopember 2011

Selasa, 08 November 2011

TANYAKU PADAMU, VIENTO

kelopak bunga dan dedaun itu perlahan berubah. dari semi warna beranjak kecoklatan.
kerut tetap senyumkan hari hari yang mendewasa. tiada keluh, bagaimana bisa, viento?
pada angin tak pernah terbersit benci, walau beterbangan ia karenanya. pada gemere -
tak cuaca yang sejati lembut, takkan ia mengumpat, walau kering kelopaknya jauhi reran-
ting dimana ia semilirkan pegangtangannya kuat kuat.

*
aku di sini, viento. tumpukan rumput ini usai dipangkas lelaki itu.untuk esok ia jadikan pakan
bagi ternak majikannya. lihatlah, rerumput ini lembab basah, masih berlinangan tetes dingin,
yang guyur berjam jam lalu. menguar harum. desau berhamburan ditangan kakiku. kaukah
itu, viento? masih kusimak menari narinya kelopak kering yang tak mencemooh. padahal sese-
kali kencang hembusan. "di tanah manapun tibaku, peluk senyum, catatkan indah pengemba-
raanku," ucapnya diderai lambai sepoi.

*
masih pukau kumelihatnya. ia telah mewarna di bahu lengan ranting ,   sedemikian menawan.
"begitu pun menurutmu, viento? iyakah? lantas, bilamana aku, viento?" engkau terus saja ber-
lari lari, kadang berjalan cepat ditarianmu. jauhnya awan, taklah jauh,katamu suatu kali. dan kau
menari, terus menari, kepakkan sayap mata dan hati. "ku bertanya padamu, viento."

*****
bandung, 08 Nopember

Jumat, 04 November 2011

AN AIRY FEELING

RINDU

viento, kabar kasihkah yang kau hembus?
juga doa doa rindu ?

* viento= angin

*

AN AIRY FEELING
(MERINDING)

telah sedemikian dedak
merinding ini

*

GAMBAR  SEKAM

gambar itu, gambar rindu
rindu   _  cekam
hanya, bahasa senyap

*


SEMUT
: Suami

semut semut,
ibarat kekhilafan gerak tulang dan mulut
kita, yang terhampar di bumi
merayap, perlahan hingga tujuan
hanya padamu, seperti janji
: genggam aku, cinta

*

RELUNG

usah cemburui, usah memedih
Tuhan menahu
padamu hanya, relungku

*****
bandung, 4 November 2011


Selasa, 01 November 2011

RINTIK MUSIM, GELITIK


apa yang lantas diragu? setelah berbulan bulan terik menampar, langit tropis kidungkan nuansa bening. bisa, kau bisa membasuh dan mencuci tanganmu dari keheningan rinainya. hingga berlompatan dedak debu, hingga telapak mengayun merdu. tibalah  masa  letup , 
letup  debar semesta.  parade bunga bunga bumi. berpagar arak lengan tungkai kekar. darinya mengakar aroma tanah. hirup, hiruplah
dengan helaan halus layaknya dibelai serenade malaikat. kau simak, terompahnya jinjit jinjit. selendang jingkatnya masukki podium. merintik sejuk, setelah ketuk pagar peng -
hujan, jadi kilau pandang. bergelang kaki cipratan lumpur becek. rintik musim, musim gelitik!
ragukah kini, alam saling jabattangani relung siapa siapa saja kita. tiada pilahan engkau yang biru, merah, jingga, ungu, coklat ataupun 
mengibar hitam. yang kering disepoi bunga hias jari dan hati, bahkan yang basah berpayung di kecipak keluh dedaun ranting. pedih mungkin, dari makian kelakar deras yang runcing anyir. gejolak mendidih rintih, lubang lubang disela  rerintik. tapi senantiasa indah  ia, diburam hingga cerlang langkah lurus dan lusuh. setelah berbulan bulan terik menampar: tiba rintik musim, musim gelitik!
*****
bandung, 01 November 2011