jendela nella s wulan ,

jendela  nella  s wulan     ,

Kamis, 31 Maret 2011

CINTA DAN DAMAI

cinta dan damai

1
memenuhi segenap cinta pintu jendela dengan engselnya
membuluh perindu merindu dari kulai sekat menyekat
benarlah cinta membuta sedemikian pekakkan simak
hingga, bila lambai kugenggam seerat cengkeram
tiada sekat kebiri rasa asa mu, ku, ditikam kesetiaan
bila saja tak meneriak, tak pongah pula dinding meretak

2
menjaga torehan damai lazuardi: lelangit sejuk, samudera
menenang pun daratan masyuk digelombangnya
cinta mestilah merindu dan selalu menentramkan
membuluh perindu dihelaan hidup mu, yang berkutat kuat
akan tugas tugas murni setimbang nyala padam manusia
penyemarak kasih Rabb

3
tak terbilang wejangan cinta dan damai
tak terkata decak lindap biusan bebinar
dari benderang sorotmu, dari teguh rangka
menitip pada Tuhan Pemilik Jagat, Penyauh sejarah leluhur
Penerbit matahari dan bulan digaris edarnya dipagi ke malam
damai orbit tampil membuluh mantra doa diurat urat bumi

setialah cinta damai , layaknya kehangatan kasih julius caesar
akan venus, dari jendela kuil kuil keabadian

being loyal in love and peace
being and begins , always begins on and on ...


*****
bandung, 31 Maret 2011




Rabu, 30 Maret 2011

BISIKAN

BISIKAN

by Nella S Wulan on Thursday, March 31, 2011 at 1:43pm


tak pandai berbisik rayu, ku pada karang karang sekitar

angin demikian menjorokhembus, korosikan pelepah

oh serpih azzura, menangkup kesturi berucap nuri

mengkoridor awan doa di belantara daratan

menumbuh denting reranting di karang utara selatan


buncahan senyap, terserapsimak berdepa tak terhingga

oh serpih azzura, menangkup rindu kesturi


*****

bdg, 31 Maret 2011

WHITE WINE

white wine

ragam hidangan di meja bertaplak hati. dikelilingi cawan cawan
rasa dan minuman halus, sedang, agak sengat dan keras aroma.
soft drik, minuman beralkohol ringan kuteguk dibibir gelas tang-
kai. kau gamit gelas white wine. menurutmu dengan meneguk -
nya api api sembabmu dihalau angin,pun mengingat akanku yang
tak kau lepas dikekar pinggul lenganmu. "tetaplah disini, usahlah
menjauh. jadilah bintang dimalam ini hingga larut dipagi ke senja,
sayang. merindulah akan kita. senantiasa menghening dipagut
ruas ruas tulangku sertamu. hatiku padamu."

kursi kursi kulai terduduk dengan bantal yang rebah. tak pandai
kau rayuku, katamu. mulut gelas bekas tegukmu, dentingkan
simpuh. segeralah bersimpuh, sayang. basuh wajah lengan kaki
dengan white wine alam, gelontor di kran ledeng. lantas sungkur
mu dengan masyuk di sajadah. namun entah khusyuk atau tidak.
bibirmu seusai cium. dipercik wudhu, ucapkan permohonan . bagai
doa entah. sesekali sorot kerling padaku. disebelah iringi riak apimu.

kerlap kerlip lampu terseok dipekat raungan malam. mereka berte-
lanjang mata hingga tungkai. adakah malaikat disana menyertai ?
*****
bandung, Indonesia, 30 Maret 2011
( terinspirasi kisah teman-teman)


EUPHORIA

melembah membukit dunia ini
bumiku, puisilah kau!
matamu betapa badai, penciuman angin
telinga berombak arungi embun pagi dan senja
suara menggema bening yang kekar
puisilah engkau, dikesejatian biduk
kabar layangkan berita baik pun buruk
cintalah kau! dari kelok Penyayang alam

padaNYA keindahan dunia dengan lembah bukitnya, tercipta

memandang kita, kukuh tegar igamu damaikan poranda

bahwa Tuhan sedekat nadi, hembus denguskan harmoni


*****
bandung- Indonesia, 30 Maret 2011

Selasa, 29 Maret 2011

RIMBUN

1. IBU
mengapa ada kanak dan dewasa sehingga kini
sebab doa kian dirindu merimbun, teruntuk dan bagi kami
sebab aku menunggui lafadz ibu disemak bulir isak sayup
hingga tersimak henyak aku disini
pada hangatMU, Tuhan .. menitip ibu sebab disini
berkoridor jauh jarak terjal berbirai pepohon tanaman
yang belum menyemi,entah penghujan atau kemarau tanam masih

2. NEK
hingga ditikung petak jalan, hingga tak tampak aku diderai
langkah dengan diktat kuliah diberapa tahun lampau
menoleh kebelakang, mata doamu mengantarku, Nek
seketika musim semi belantarakan persimpangan
kulindap teks teks yang berlari berkejaran
parau sering hembustanduskan rimbun dedaun
tangkai bunga jilidan buku, agak duri tandai seok sepatu sandal
benarlah ucap sunyimu, Nek, untukku kayuh sadel helai ilmu

3. PAP
mengapa ada cinta, rindu serta cemburui kehidupan

Pap, memuisi akanmu dengan lapang-alammu kini
tak terkata ketika kau tengokku dihampar doa
sembari senyum, sengal bilik jantung usia berblus biru
kabarkan bila kau akan jemputku, Pap
tentu cinta akrabi minggu mingguku, walau belum sempat
kuantarmu dihelaan pintu kota yang rinduimu senyum

barangkali menyelinap cemburu dilengan mereka
doa tuk kemudahanku membuka angin timur, barat, utara, selatan
dibentang samudera tak jua mewadahi rindu jumpamu, Pap
mengapa ada cinta, rindu serta cemburu warnai tubuh kehidupan
agar pintu, jendela cintai sesenyap apa halaukan debu pasir

jari jari benarlah bercelahtulang agar terselip rengkuhi genggam
merimbun lantas cinta akan bebinar , sehingga meriak
beginikah jua rindu paku pakumu akan ibu dahulu?

*****
bandung - Indonesia, 29 Maret 2011

Sabtu, 26 Maret 2011

PABEZIRO

pabeziro, temanku pabeziro

semalam kau digelayuti mendung, bintang bintang muram

padahal esok masih lembar lembar akan kita lanjut tuliskan

kiriman catatan berjam jam lalu suntuk layu bagai keengganan

angin hembus, menderai derit diporakporandakan cemburu lalu


pabeziro, katakan dengan segala cengkeram kuku bijakmu

bahwa kesumat taklah mesti disulut percik zaman

pemaafan sudah tertanam dilahanbenak kan? atau kisah ber-

genderang bertalu dimonitor televisi yang rebak ditonton ibu -

ibu, anak anak muda sembari bercanda tawa dan mengobrol


telah dan masih meraut palung dengan relungnya

kelirulah aku bila tak segera beranjak seperti pagi tadi

dendang embun senyumi langkah gema, tapakku, mereka

jabat kening yang kesumat dinginnya melapangkan bebinar


binar debu berangin serta lembaran kertas tanah disela jemari

Tuhan beri segenap lapang berpagar harum helaan


*****

bdg, 27 Maret 2011

Jumat, 25 Maret 2011

LIRIH AIRMATA ISTRI

: diikutkan untuk antologi puisi bertema korupsi


mengapa bedakku beterbangan, suamiku

padahal cuaca taklah berangin

terkadang malah lembab, hingga bintik keringat

memoles pipi, mendempul tak beraturan


bagaimana peruntukkan arungan lampah

obat obatan pemulih tubuh mesti kutelan

butiran pahit dan aneka serbuk menyedakku

berenang meriakki darah dan tulang

tenggelam aku digemerincing lelakon

ingatan akan hayat melindap, suamiku

perseteruan lubang lubang tanah menganga

padanya tersembul ulat ulat berdesak desis


*****

bdg, 25 Maret 2011

Kamis, 24 Maret 2011

SEMBURAT PAGI

semburat pagi


pintuku diketuk embun

senyum hening sampaikan

"terimalah, ini untukmu"

"apa ?"

"kilau bintang semalam..."


*****

bdg, 5 Okt 2010

Rabu, 23 Maret 2011

DARI JENDELA

dari jendela

lengan mentari segera genggam binar langkah bumi
percik embun riakkan matahati hingga tak terbatas

adalah aku, terjentik oleh riah sepasang bilurmu
sedari lalu yang lelap, mengerjap buka kelopak pori

merindu kadang pekakkan dengar
langkah jari jari memicing bahagia memataair haru

bila nanti jendela menutup, sayang
pastikan salur indah telah beranjak mewarna

bila pun terbuka lagi jendela
deru tapakmu mengokoh deru dihangati mentari

merindulah pada Kekasih, IA Penguasa kita
jilidkan kisah menawan pengembaraan manusia jelata

dari jendela, sayang ... temu barangkali berpisah berdepa
hayat hayat kita belumlah menisan, sebab disini

dari jendela

*****
bdg, 24 Maret 2011

Selasa, 22 Maret 2011

IA MENJAHIT DAN SEORANG PRIA TELUNGKUP

IA MENJAHIT DAN SEORANG PRIA TELUNGKUP

by Nella S Wulan on Wednesday, March 23, 2011 at 1:38pm


helai menghampar dimimpiku. seorang ibu memegang kain

dan benang. senampak tarikan gulungan benang. ia menjahit,

tenang. seperti jahitkan kenangan masa kanak kanak yang in-

dah, kemilau di pagi hingga petang. ia tautkan ujung pintalan

nya. menaut pula kelembutan santun yang semesti dijaga. tak-

lah lengah karena pongah bawa jarum menusuk. relung meng-

gelung buka diri. akan semaraklah anak anak dikecintaanNYA.

berkat doa ibu. kaki kakinya bergerak kedepan belakang hingga

kabel rapatkan sisi kanan kiri. semburat senyum. bentukan kain,

akan dikenakan. perca ditaruh dikantong.


seorang pria telungkup didekatnya. mendengar irama deru mesin

membuatnya tertidur. entah mimpi apa lelapkannya. massa dirumah

barangkali melonggar. ia hanya ingin didekat mesin jahit dengan ibu

yang jahitkan berhelai helai kain. menautkan kancing hingga mene-

mu kanan ke kiri. sebutir kancing dengan lubangnya. memudahkan,

mendekatkan tata akan isi isi yang esok melarik di helaian kertasnya.

cinta kian dirindunya dari sejati kasih. kisah telungkupnya, menjahit

kenang. kain, benang dan deru mesin jahit membawa ke gundukan

cinta kasihnya.


*****

bdg, 23 Maret 2011


Minggu, 20 Maret 2011

SAHABAT DAN BINTANG

dahulu, ada bintang mengintip

di telapaknya telah tergenggam

berlarik larik kata

"untuk lelakiku terkasih, sebab pe-

rempuan, kuperhatikan kukuh lengan

bahu hati pun jari jari kaki ucapmu

aku doa: kau duta Tuhan untukku"


teman teman bintang tersenyum

berlarian kitari bulan dan mimpi

bulan teduhi malam, tinta percikkinya

terkadang kerjap kerjap memicing

"takkan tertidur aku selama di sisi,

di muka belakangku adalah bintang

ia sahabat tiada dusta,

ia sinar apa adanya,

ia genggam berlarik larik kata"


*****

bdg, 19 Maret 2011


Kamis, 17 Maret 2011

BERSYUKUR, KITA ?!

bersyukur, kita ?!



kuambil sepiring senin. menelan lauk selasa pun tumis rabu.
kukunyah sesendok kamis. ia juga, kita, mereka. sayur jumat
kunikmati pula. semangkuk buah sabtu. plus segelas sirup
minggu. hari hari mengenyangkan. kita tersenyum.

tiada lapar, tak pula dahaga. hingga sesakki tubuh. bersenya -
wa mendaging. kita sehat. darah meriak. namun ada pula yang
tetap kerontang. mungkin tak mampu beli makan. atau gemuk
namun menetes bulir lauk pauk di pori pori, dengan keringat.
ia sering berkesah. berpeluh. ia rasai kamisnya gerah. menerus
ia mendesah dan resah. suburnya kerontang . senyum asam.
bicara pelan. malu lirihnya disimak angin.

syukur, kita. bersyukur, kita ?!


*****
bdg, 18 Maret 2011

DINDING

bidang disekeliling rumah adamu. ia sebenarnya telah sesak. oleh

racau debu seharian. oleh serapan isak airmata. oleh toreh gores-

an penghuni dan tamu tamu yang datang. tak hanya gurauan, na-

mun lembabnya cat dinding ini sebab teriakan mereka. hingga cicak

merayap tak berbasa basi. semut terkadang berhamburan disemp-

rot obat nyamuk.


dinding keropos oleh sang alam. kayu pintu melesat buka dan tutup

sebab bantingan orang orang. mereka keluar masuk terkadang saja

mengetuk. dinding yang kelam. serupa buku usang menyimpan kisah.

dinding lebam. sesekali cat cat baru kiaskan lebam. membasuh, mem-

buat baru dan mewangi. aroma dinding.


*****

bdg, 17 Maret 2011

TAPI ENGKAU MEMBACA

barangkali sebagian orang menganggap membaca dan menulis adalah kewajiban.

atau merupa hembus nafas yang harus gebu setiap saat.ada pula merasainya bagai

makan dan minum sehari hari.ada pula yang sudah acuh tak acuh. untuk apa baca

kalau tetap saja hidup bermula dari lembar kekuatan. di rimba ini , katanya, taklah

harus dengan buku rapor atau lembar ijazah. entahlah.


namun baca tulis teramat penting. suatu saat cerita dan kisah kisah di majalah dan ta-

bloid beritakan kabar baik, kita senyum sebabnya. terhibur, retas ketegangan otot otot

kening dan pipi. suatu kali dongeng menculikmu. engkau tersadar atau pun tidak. ronta-

lah bila temali mengikat tangan-tanganmu. teriaklah. namun tersumbat mulutmu. lantas

diam, terdiam. kemana harus derakkan kata kata di benak. di mana kekeliruan paham

akan sangka tak baik diredam. direndam. hingga panas mendingin. kesimpangsiuran me-

langkah lurus, agak berkelok.


tapi engkau membaca. ragam rona diwujud dari baca baca. dengan telungkup, telentang,

rebahan di kursi empuk atau kayu bangku di bawah rindang pohon. mulut dedaun melontar

baca. dan ia membaca. dari pelepah batang digerus terbangan awan. dari senyum putik pun

pudar lompat dari lebah atau kupu kupu yang telah menghisapnya. dedaun, bunga membaca.

bila kuning kecoklatan ia merupa hidup yang lain. melambai rebahi tanah. bersenandung di-

bawah, tersapu desir angin dan hujan. angin baca, hujan membaca. pun mentari yang sinari

tanpa lenguh dan keluh.muncul gelembung. tapi ia membaca, apalagi, barangkali engkau.


*****

bdg, 17 Maret 2011


Rabu, 16 Maret 2011

HAIKU SOLIDARITAS TSUNAMI JEPANG

1. TSUNAMI

badai bukanlah

bencana yang abadi

bangkit, pulihlah !


2. OH, SAKURA

angin tiupkan

bunga daun terkulai

di reruntuhan


3. SAPAAN

mungkinlah Tuhan

sedang menyapa kita

dengan 'kata'NYA


4. RADIASI

semoga saja

radiasi nuklirnya

taklah merebak


5. ISTIRAH

istirah dulu

wahai negara tangguh

dari sibukmu


6. MALAIKAT DATANG

itulah kepak

sayap malaikat kepak

menghampirimu


7. TEGAR

kau sungguh tegar

samurai dan jibaku

warnai fuji


8. TEMPA

tempanya kini

sungguh kuatkan negri

usai tsunami


9. BULIR BULIR

adanya suka

membulir airmata

pun duka lara


10. SALJU

mungkin sejenak

meleleh fujiyama

dari saljunya


11. PUING

punguti menit

rambahi kelok jalan

parade puing


12. SAHABAT

negara kokoh

kilauan pulau pulau

memagut rasa


13. KABAR TUHAN

luruh merenung

Tuhan taklah keliru

kirimkan kabar


14. RAJUTAN

rajutan isak

memberai kokoh dinding

mengait doa


15. BELASUNGKAWA

belasungkawa

kita di Indonesia

haturkan doa

*****

bdg, 16 Maret 2011


Rabu, 09 Maret 2011

APRESIASI penyair Muh Rain pada puisi Lollapalcoza 2

Lollapalcoza, 2

Oleh: Nella S. Wulan


berawal september. empat lima bulan berselang, bersirobok
pandangku mencium angin. 'keadaan membaik, yang amat baik'.
sebab kata adalah doa. pena melantun dari lompatan dingin
tumpukan impian. dan beginilah imaji merekam daya. dari mem-
baca skema.

lollapalcoza adalah doa kini dan masa depan. nafas kita untuk
bumi seisinya. menyimaknya dari bibir bibir mereka pemikir
bangsa, menggetar indah. menenangkan. menyimaknya dari
panggung lazuardi award serupa lontaran cinta. pemain bola
teriakkannya di lapangan bola pun sontak harubirukan lapang
nadiku. lollapalcoza! tak terengah lagi lajunya mencetak gol!
menangkup tangan bertutur syukur.

ketika leluhur siduru airmata, lalu pekik pun memalung relung ,
berairmata. cinta, duniaku lollapalcoza!

*****
bdg, 21 Pebruari 2011




GAUNG APRESIASI MUHRAIN

Doa Antara Riuh Pena dan Bola



Bagi pembaca seperti saya, simbol “Lollapalcoza” yang sekaligus dijadikan judul puisi Nella S. Wulan kali ini lebih terdengar semacam suara menggema di tengah keriuhan. Keriuhan yang bernilai positif tentunya, sebab penulisnya sedang berpesta dalam menciptakan semangat baru, berupaya menghadirkan nilai positif dari kehadiran dunia “Pena” dan dunia “Bola”. Dua tema ini (Pena dan bola) dapat kita cermati dalam cuplikan larik puisi bait pertama ini sebagai berikut:


…pena melantun dari lompatan dingin
tumpukan impian….

Kita cermati betapa tenaga kepenulisan, tenaga pena dan ruang yang padat dalam menciptakan banyak harapan (tumpukan impian) telah membuat dunia menjadi berbeda, tidak kehilangan keinsyafan kehidupan melulu praduga. Di bait pertama ini Nella sedang mengajak pembacanya menghayati betapa dunia pena mampu merekam tenaga, daya untuk segala harapan kehidupan itu sendiri, perhatikan:

… imaji merekam daya. dari mem-
baca skema.

Dalam penutup bait pertama ini, penulis sedang semangat-semangatnya mengawali pengantar puisinya tentang suatu dunia berkarya, menulis dan menyatakan pemikiran lewat karya tulis. Sebab bagi penulis puisi ini, dengan menulis, maka kehidupan yang terhampar itu seolah sedang ditimbang baik buruknya, dijadikan semacam ancang-ancang, penulis menutup bait dengan kata-kata:

….dari membaca skema.

Maka tampak sekali bagi kita yang membaca puisi ini bahwa Nella sedang menawarkan pembacanya tentang kebaikan-kebaikan suatu bahasa pena, yang baginya dianggap pula bahasa doa:

… sebab kata adalah doa…

Telaah terhadap dunia menulis yang saya kira tidak sembarangan, asbun dan sekedar mencoba-coba berfilsafat belaka, sebab dengan cuplikan larik-larik puisinya, Nella sedang menawarkan suatu pemikiran yang utuh.


Beranjak ke bait kedua, kita semakin menikmati pola, bentuk pengucapan yang lebih dikenal sebagai tipografi (perwajahan puisi) yang lebih terkesan semacam cuplikan-cuplikan pemikiran penulis yang seolah sedang bermonolog, menyatakan pendapat-pendapatnya secara alami, mengalir tanpa hambatan berarti. Penulis tetap komitmen mengembangkan bait kedua ini dengan prilaku puisi yang tampil beda dibandingkan model penulisan puisi saat ini. Puisi ini cenderung mengabaikan fungsi tanda titik sebagai tanda berhentinya suatu kalimat/larik. Biasanya tanda koma mampu menggantikan upaya menghentikan sementara pengucapan-pengucapan suatu bahasa. Namun Nella tidak sedang menulis karya ilmiah, sebab itu sah-sah saja ia melakukan pelanggaran penggunaan tanda baca semacam ini, sejauh dianggapnya mampu meningkatkan nilai sebuah karya puisi. Nilai yang nyata dari pembubuhan tanda titik dalam puisi ini lebih kepada penciptaan cuplikan-cuplikan semacam puccel yang pada akhirnya akan membuat bulat dan utuhnya suatu pemikiran.


Perayaan akan sebuah pemikiran tampil dengan menyebut-catut suasana pertandingan bola, penulis sedang mengajak pembaca untuk merayakan kebeningan pemikiran yang ditawarkan olehnya, tema bola tanpa canggung begitu segar hadir dalam bait kedua puisi ini, perhatikan:

…pemain bola teriakkannya di lapangan bola pun sontak harubirukan lapang
nadiku…

Tergambar suasana teriakan di tengah lapangan setelah gool berhasil dicetak, setelah suatu pemikiran mampu memecahkan kebuntuan kehidupan, korelasi antara peristiwa bola yang glamour selanjutnya begitu gampang dan lapang dihubungkan Nella ke ranah kehidupan yang lebih luas, kehidupan yang sebenarnya, yang banyak menyita para pemain saling sikut, saling serang demi keberhasilan yang dicita-citakan.


Teriakan lollapalcoza yang sedari judul sudah ingin digambarkan oleh penulis puisi ini selanjutnya diterakan pada baris penutup bait kedua, perhatikan:

…lollapalcoza! tak terengah lagi lajunya mencetak gol!
menangkup tangan bertutur syukur.


Merayakan kehidupan dengan penyimbolan kata Lollapalcoza, tentang sebuah kegembiraan hasil suatu perjuangan. Lalu kita bisa dengan yakin terhadap pernyataan-pernyataan penulis puisi ini sejak dari awal perjalanan bait pertama juga bait kedua, agar pada akhirnya kita mampu memahami mengapa segala sesuatu penting untuk dirayakan, sebagaimana kehidupan itu sendiri. Menikmati kehidupan salah satunya adalah dengan mensyukuri dan merayakannya.


Selanjutnya, penulis ini menutup bait akhir puisinya dengan menyatakan mengapa kita harus merayakan kehidupan, bukankah kehidupan sejatinya adalah bekal perjuangan yang telah diusahakan oleh para pendahulu, oleh para pakar yang telah pengalaman, kehidupan adalah sesuatu yang tak bisa ditampilkan jika terlepas dari masa lalu, kehidupan tak bisa ada tanpa proses-proses awal yang telah dimulai oleh generasi terdahulu. Mari kita cermati intensitas daya ungkap Nella yang semakin baik di bagian akhir puisinya ini:


ketika leluhur siduru airmata, lalu pekik pun memalung relung ,
berairmata. cinta, duniaku lollapalcoza!

Yach… Lollapalcoza! Suatu intensitas daya ungkap merayakan yang pas versi Nella, kita yakini penulis ini sedang benar-benar bersemangat menggairahkan suatu penghargaan terhadap kehidupan. Lewat penghadiran dua tema: pena dan bola, saya kira cukup menjadi cerminan bagi pembaca puisi ini untuk tak lagi menyiakan keadaan dan merasa tak beruntung. Sebab setiap yang hidup tentu masih bersama dengan kesempatan dan kesempatan inilah yang harus kita rayakan dengan bijaksana, dengan menghargai kehidupan itu sendiri. Patut bagi kita mencermati puisi semacam ini, selain tampil baru dan tidak terlalu memaksakan penggalian-penggalian terlalu dalam terhadap sebuah tema kepuitisan, tidak berpura-pura berfilsafat dan seolah paling banyak mampu memberi penawaran pemikiran. Seorang Nella dalam kesederhanaan, seorang manusia yang mampu berpikir bijak, mengecilkan perkara besar yang sejatinya remeh dan menghapus perkara kecil tanpa ada arti. Ya.. tentu… Lollapalcoza! Selamat berpuisi Nella. Salam apresiatif dari Aceh.



Muhrain.