jendela nella s wulan ,

jendela  nella  s wulan     ,

Jumat, 23 Oktober 2015

DI TEPIAN KEMARAU

lama telah terik
purnama hendak kesebelas ditahun ini
kemarau masih menerbangkan daun daun
serta pucuk rerumput kering

kemarau hembus, padanya terbawa debu
debu yang menempel sejak lalu
telapak tangan terkadang perih
memetik gurit kenang

lama telah orang orang jauh dari gigil
tak kerumuni bakaran kayu
untuk hangat menggulung dingin
dari jauh, sejuk kuncup merentang

maka, menari kepaklah hujan
bawa senandung bebulir
di kerontang tanah, di cemas perigi
hingga pagi berbunga

menari kepaklah hujan
berulang mesti paruh mematukki
tanah retak membasah
hingga gembur menarik rimbun

namun kumasih di tepian kemarau
terduduk rindui harum kayu bangku
menatap bocah terbatuk berayun ayun
erat berpegang temali musim

***** Bandung, 23 Oktober 2015

Sabtu, 17 Oktober 2015

CAHYA

bertahun cahya
bintang bintang terbiasa
membaca malam
di lompatannya, terkadang
hilang menembus pekat keremang
pula yang bersenandung
diremang ke terang

diri diri senyap
terdiam
menekuri kerlip
tak paham mana sepi
bagaimana hiruk
mesti genggami duduk jalan
diangin timur serta barat

bertahun cahya
lengang kerimbun pandang
mengurai bincang
bintang menahu
betapa nyala dan mentari paham
bagaimana mesti
menerangi jejalan

***** Bandung, 17 Oktober 2015

Rabu, 14 Oktober 2015

LAMPU DADA IBU

pagi ke senja
berbongkah jantung perempuan
setia iringi tapak tapak lelaki
disekepalan denyut
: di pasir, di lautnya
terkadang
merupa butir lompatan bola bekel
yang lalu kembang mengepal
berbongkah kuncup bunga

untuk berbongkah jantung perempuan
setia rasai pagi mentari
ia terang dari setangkup gulita
orang bilang ia temaram
bersimbah asap
berseteru dengan kabut
darinya muncul dua sumbu penjernih
:terbuat dari semprotan air
dan lampu dada ibu

ibu membawa dada bersuluh
ibu peluk buah kasihNYA
dari sang Maha segala Anugerah
engkau sesap
dua sulur suara beda
oh asap, jernih ia
dari selang selang lebar, dari langit
serta lampu bibir ibu
hingga jernih serta muda bumi

***** Bandung, 10 Oktober 2015

HARI KE ENAM

hari ke enam
bintang bintang temaram
bulan saat ini tak memeram kelam
burung burung memejam
beberapa memicingkan dentam

hari ke enam
ada yang menyobek lembaran muram
lambatlaun enyah geram
benang kapas dijala jala gumam
beberapa bentang berkait dentam

hari ke enam
berucap ketam
banyak tiba sang malam
senyap terdiam putih hitam
menyimak dawai beradu dentam

***** Bandung, 06 Oktober 2015

ELEGI PAGI


mestinya tiba gerimis kini
untuk setiai helai paras kemarau
menitik baur bebulir
dengan tetesan

namun mengapa
pagi berulang kali memberi sinar
tanpa diminta
padahal, semakin berusia
lapis demi lapis bumi oleh debu

orang orang pohon menyampuli diri
dengan kuncup daun
serta bunga bunganya
tetap pagi pijar

ketika daun,ketika bunga
padahal kuncup, padahal debu
padahal senja
padahal burung burung, di helai helai pagi

namun belum gerimis
padahal mesti ia nitik
membaui gemeretak kemarau
menari musim diderit pintu


***** Bandung, 06 Oktober 2015