jendela nella s wulan ,

jendela  nella  s wulan     ,

Minggu, 13 November 2011

MEJA KAYU


terkadang bibir doa tergeletak di meja kayu, ia membiar hingga jari jari menjadi debu. 
tapi bukan telapak tangannya, sebab aku masih ada dengan lembaran yang memintal 
kata yang telah terlontar, hingga ucap yang akan dilarik di pagi ketika suam suam men-
tari rayakan senandung embun. hingga senja, dilembayung yang riang menyongsong
kibar riak bebintang. 

kemana ia sembunyikan senyum? sekira pagi, usai ufuk masih bibir bibir  getarkan doa.
ia datang, sebab bila aku ada maka ia pun ada. bila merindu, begitupun adanya. juga
senyumnya, dapat sirami setiap gundah. meja kayu usang, pudar warna pelitur setia
dengan desau doa. barangkali doa yang sama, atau entahlah. ia peras segala pikir, 
aku atau ia yang terhalau. senja ini, aku tak ingin senyum, dari beberapa hari lalu. se-
jak perut menimpuk macam gejolak rasa. sejak runcing gerimis, basahi sekitar tempat
hunianku.

di meja kayu ini, masih aku melarik huruf huruf pagi. dan tak bosan bosannya mentari
hangatkan embun betebaran di helai tangan. pun telapak kaki, kubiarkan lantai dingin-
kannya, hingga terasa nian hangat ketika kutarik, kupeluk senyum yang kadang tak
kumengerti maknanya. walau selalu mencoba paham, bahwa kujumpai senyum pagi
di manapun. tak berserak, tapi genggami tulang tulang ke mana aku menggerak. bang-
ku bangku kayu masih di sini, pun meja kayu. ia turut melarik luapan ucap.

terkadang bibir orang orang tertinggal di tepian meja ini. dari sekedar teriakan iseng,
cemooh canda, atau resah kata yang belum tertata apik. bagaimana kayu meja harus
menyangga kata, bagaimana kaki mesti melangkah. ia harus menunjukkan secermat gerus-
an waktu yang kian pudarkan warna kayu. kata doa, ya doa kata juga harus senantiasa
ada, lingkupi lapang kayu. hangati bangku bangku yang tetap di dekat meja. sesekali debu
menyapu piuh, tepukan tapak tangan halaukannya. untuk melarik syair, menulis  hari hari
yang masih Tuhan sapa bagi kita. ada yang bersuka, berduka, kecewa, atau menatapi masa
yang dilewati. cinta bahkan cemburu, memburu rasa orang orang, silih berganti. ada perte-
muan yang akan hingarbingar dari sejumlah mata  pena. dari kata yang tertawan di-
ramu paduan tuts tuts huruf. redam senyum, persembahan kasih yang entah mewarna apa.
meja ini jujur. ia pudar bila cairan keras terus menggerus. atau mengelam hitam, bila dibakar
nyala. coreng moreng ditoreh goresan. ia akan kilau mengkilat oleh cat pelitur pulasan.

menerus terpintal kata, dari suam suam mentari di debur pagi bingga lonjakan bebintang di
debur malam.

 
*****
bandung, 13 Nopember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar