jendela nella s wulan ,

jendela  nella  s wulan     ,

Rabu, 19 Mei 2010

pemegang lilin (a hand with a candle), a short story & poetry


a hand with a candle

whose fingers ?
who is keeping a candle?
a dark runs in bright
brighten a day
brighten deep in heart
your heart,mine,whoever, as well..

it shines
by a thinnest candle...
through a light sweet hug
it hugs a room of earth
with a pal of clear sky
by wisthle warm wind

* picture of a small candle which is alike a match, isn't it ?
what d u think ?


CERPEN : Muridku, Si Penggenggam Lilin

Ufuk menyingsing. Suatu pagi matahari pancarkan sinar dengan elok. Hangat bergantian dengan embun yang sedari tadi tandang didedaunan. Terima kasih Tuhan, kau temani aku dengan sahabat pagi melangkah ke sekolah tempat ku mengajar.

Mendidik siswa-siswi di sekolah selain tugas juga harus dihikmati agar tulus rasa ini mengajar. Indah, bila ku lihat sinar binar sorot tatap siswa ketika ku di kelas. Pertanda bahwa mereka paham, mengerti atau setidaknya berusaha untuk memahami apa yang kuajarkan. Apalagi bila mereka menjawab, menyanggah atau debat tentang apa yang didiskusikan. Bukankah kontekstual pengajaran mengharuskan mereka untuk aktif belajar? Lepas dari benar tidaknya ide apa yang dilontarkan. Sesekali koreksi kuberikan.

Beberapa hari ini, kulihat muridku Arif selalu membawa lilin. Ditaruhnya sebatang lilin itu di meja kayu kelas, terkadang menyala dan padam bila kuminta untuk meniupnya. Arif, sosok siswa sederhana dan pandai. Teman-temannya di kelas sering bertanya padanya bila ada materi yang belum dipahami. Dia disuka teman juga para guru yang mengajar. "Apa yang membuatmu membawa lilin, Rif?" tanyaku suatu hari.
"Tidakkah kelas ini sudah terang dengan cahaya dari jendela itu?" Ia senyum simpul. "Saya suka lilin, Bu. Bukan karena di warung Ibuku banyak lilin untuk dijual. Namun saya suka membawanya." "Iya, Ibu tahu kamu suka cahaya lilin, tapi pada tempatnya. Masa setiap belajar di sekolah kamu taruh lilin di meja kelas? Bukankah sudah Ibu beri kesempatan dengan menghias sepanjang kayu dibawah jendela dengan lilin sebagai hiasannya. Tidakkah itu cukup bagimu?" Sebagi walikelas, saya perbolehkan Arif untuk memasang lilin sebagai penghias ruang kelas. Tidak ada seorang pun yang keberatan. Walau terkadang potong karena dimainkan oleh teman sekelas yang iseng. Namun Arif tak marah. "Besok kupasang lagi," demikian jawab Arif bila diberitahu bahwa sesuatu terjadi dengan lilinnya.

Beberapa guru menganggap aneh, tapi saya tidak. Malah saya merasa diingatkan dengan 'filosofi lilin' sebagaimana yang pernah dikata oleh Mahatma Gandhi; bahwa sebagai manusia, 'jadilah engkau seperti lilin yang menerangi gelap. Jadilah kau cahaya yang kilau diantara gelap sekitar...'
Sudahkah Arif murid SMP ku ini tahu atau pernah membaca kutipan ini, belum pernah kutanyakan.Biarlah,hingga kulihat ia bisa kuajak diskusi tentang hal itu, baru akan kubicarakan. Biarlah ia renungi adanya lilin-lilin itu.

"Arif, selama lilin-lilinmu tak mengganggu teman serta guru-guru yang mengajar, sejauh kau bisa mendapat ilham dari lilinmu itu, baiklah, jaga dengan baik dan Ibu percaya kamu bisa jelaskan bila siapa pun bertanya." Karena tak pelak, aku selalu ditanya oleh teman-teman terutama yang mengajar di kelasku."Iya Bu, terima kasih membolehkan lilin-lilin itu di kelas. Meski tidak dinyalakan, saya selalu melihat cahayanya menerangi kelas kita. Menerangi hatiku untuk selalu belajar giat di kelas
setiap saat. Ini, masih ada di saku saya, Bu. Ibu mau?" ujarnya pelan dengan sunggingkan senyum. Masih juga dia sakui lilin? Aku tersenyum dibuatnya. "Simpanlah, dan sudahlah tak usah kau sakui lilinmu itu, nanti patah. Tidakkah cukup deretan lilin di kelas?" Arif tunduk menjawab,"... kalau itu yang Ibu minta, baiklah."
Ah Arif, ada- ada saja, antiknya dirimu wahai murid pandaiku. Baru kali ini kujumpai seorang siswa SMP penggenggam lilin, demikian kusebut dirimu. Selalulah bersinar dimana pun kau berada...

Dan memang Arif kemudian selalu menjadi bintang kelas dan pelajar teladan di SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Teman-teman dan aku mengenangmu sebagai Arif lilin. Arif penggenggam lilin, yang selalu bersinar dimana pun.....

******** ujungberung , Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar