denting jendelaku, lantunkan untaian, puisi, cerpen dan pernak pernik kehidupan... *Bandung, West Java - INDONESIA
jendela nella s wulan ,
Kamis, 31 Maret 2011
CINTA DAN DAMAI
Rabu, 30 Maret 2011
BISIKAN
BISIKAN
tak pandai berbisik rayu, ku pada karang karang sekitar
angin demikian menjorokhembus, korosikan pelepah
oh serpih azzura, menangkup kesturi berucap nuri
mengkoridor awan doa di belantara daratan
menumbuh denting reranting di karang utara selatan
buncahan senyap, terserapsimak berdepa tak terhingga
oh serpih azzura, menangkup rindu kesturi
*****
bdg, 31 Maret 2011
WHITE WINE
EUPHORIA
Selasa, 29 Maret 2011
RIMBUN
Sabtu, 26 Maret 2011
PABEZIRO
pabeziro, temanku pabeziro
semalam kau digelayuti mendung, bintang bintang muram
padahal esok masih lembar lembar akan kita lanjut tuliskan
kiriman catatan berjam jam lalu suntuk layu bagai keengganan
angin hembus, menderai derit diporakporandakan cemburu lalu
pabeziro, katakan dengan segala cengkeram kuku bijakmu
bahwa kesumat taklah mesti disulut percik zaman
pemaafan sudah tertanam dilahanbenak kan? atau kisah ber-
genderang bertalu dimonitor televisi yang rebak ditonton ibu -
ibu, anak anak muda sembari bercanda tawa dan mengobrol
telah dan masih meraut palung dengan relungnya
kelirulah aku bila tak segera beranjak seperti pagi tadi
dendang embun senyumi langkah gema, tapakku, mereka
jabat kening yang kesumat dinginnya melapangkan bebinar
binar debu berangin serta lembaran kertas tanah disela jemari
Tuhan beri segenap lapang berpagar harum helaan
*****
bdg, 27 Maret 2011
Jumat, 25 Maret 2011
LIRIH AIRMATA ISTRI
: diikutkan untuk antologi puisi bertema korupsi
mengapa bedakku beterbangan, suamiku
padahal cuaca taklah berangin
terkadang malah lembab, hingga bintik keringat
memoles pipi, mendempul tak beraturan
bagaimana peruntukkan arungan lampah
obat obatan pemulih tubuh mesti kutelan
butiran pahit dan aneka serbuk menyedakku
berenang meriakki darah dan tulang
tenggelam aku digemerincing lelakon
ingatan akan hayat melindap, suamiku
perseteruan lubang lubang tanah menganga
padanya tersembul ulat ulat berdesak desis
*****
bdg, 25 Maret 2011
Kamis, 24 Maret 2011
SEMBURAT PAGI
semburat pagi
pintuku diketuk embun
senyum hening sampaikan
"terimalah, ini untukmu"
"apa ?"
"kilau bintang semalam..."
*****
bdg, 5 Okt 2010
Rabu, 23 Maret 2011
DARI JENDELA
Selasa, 22 Maret 2011
IA MENJAHIT DAN SEORANG PRIA TELUNGKUP
IA MENJAHIT DAN SEORANG PRIA TELUNGKUP
helai menghampar dimimpiku. seorang ibu memegang kain
dan benang. senampak tarikan gulungan benang. ia menjahit,
tenang. seperti jahitkan kenangan masa kanak kanak yang in-
dah, kemilau di pagi hingga petang. ia tautkan ujung pintalan
nya. menaut pula kelembutan santun yang semesti dijaga. tak-
lah lengah karena pongah bawa jarum menusuk. relung meng-
gelung buka diri. akan semaraklah anak anak dikecintaanNYA.
berkat doa ibu. kaki kakinya bergerak kedepan belakang hingga
kabel rapatkan sisi kanan kiri. semburat senyum. bentukan kain,
akan dikenakan. perca ditaruh dikantong.
seorang pria telungkup didekatnya. mendengar irama deru mesin
membuatnya tertidur. entah mimpi apa lelapkannya. massa dirumah
barangkali melonggar. ia hanya ingin didekat mesin jahit dengan ibu
yang jahitkan berhelai helai kain. menautkan kancing hingga mene-
mu kanan ke kiri. sebutir kancing dengan lubangnya. memudahkan,
mendekatkan tata akan isi isi yang esok melarik di helaian kertasnya.
cinta kian dirindunya dari sejati kasih. kisah telungkupnya, menjahit
kenang. kain, benang dan deru mesin jahit membawa ke gundukan
cinta kasihnya.
*****
bdg, 23 Maret 2011
Minggu, 20 Maret 2011
SAHABAT DAN BINTANG
dahulu, ada bintang mengintip
di telapaknya telah tergenggam
berlarik larik kata
"untuk lelakiku terkasih, sebab pe-
rempuan, kuperhatikan kukuh lengan
bahu hati pun jari jari kaki ucapmu
aku doa: kau duta Tuhan untukku"
teman teman bintang tersenyum
berlarian kitari bulan dan mimpi
bulan teduhi malam, tinta percikkinya
terkadang kerjap kerjap memicing
"takkan tertidur aku selama di sisi,
di muka belakangku adalah bintang
ia sahabat tiada dusta,
ia sinar apa adanya,
ia genggam berlarik larik kata"
*****
bdg, 19 Maret 2011
Kamis, 17 Maret 2011
BERSYUKUR, KITA ?!
DINDING
bidang disekeliling rumah adamu. ia sebenarnya telah sesak. oleh
racau debu seharian. oleh serapan isak airmata. oleh toreh gores-
an penghuni dan tamu tamu yang datang. tak hanya gurauan, na-
mun lembabnya cat dinding ini sebab teriakan mereka. hingga cicak
merayap tak berbasa basi. semut terkadang berhamburan disemp-
rot obat nyamuk.
dinding keropos oleh sang alam. kayu pintu melesat buka dan tutup
sebab bantingan orang orang. mereka keluar masuk terkadang saja
mengetuk. dinding yang kelam. serupa buku usang menyimpan kisah.
dinding lebam. sesekali cat cat baru kiaskan lebam. membasuh, mem-
buat baru dan mewangi. aroma dinding.
*****
bdg, 17 Maret 2011
TAPI ENGKAU MEMBACA
barangkali sebagian orang menganggap membaca dan menulis adalah kewajiban.
atau merupa hembus nafas yang harus gebu setiap saat.ada pula merasainya bagai
makan dan minum sehari hari.ada pula yang sudah acuh tak acuh. untuk apa baca
kalau tetap saja hidup bermula dari lembar kekuatan. di rimba ini , katanya, taklah
harus dengan buku rapor atau lembar ijazah. entahlah.
namun baca tulis teramat penting. suatu saat cerita dan kisah kisah di majalah dan ta-
bloid beritakan kabar baik, kita senyum sebabnya. terhibur, retas ketegangan otot otot
kening dan pipi. suatu kali dongeng menculikmu. engkau tersadar atau pun tidak. ronta-
lah bila temali mengikat tangan-tanganmu. teriaklah. namun tersumbat mulutmu. lantas
diam, terdiam. kemana harus derakkan kata kata di benak. di mana kekeliruan paham
akan sangka tak baik diredam. direndam. hingga panas mendingin. kesimpangsiuran me-
langkah lurus, agak berkelok.
tapi engkau membaca. ragam rona diwujud dari baca baca. dengan telungkup, telentang,
rebahan di kursi empuk atau kayu bangku di bawah rindang pohon. mulut dedaun melontar
baca. dan ia membaca. dari pelepah batang digerus terbangan awan. dari senyum putik pun
pudar lompat dari lebah atau kupu kupu yang telah menghisapnya. dedaun, bunga membaca.
bila kuning kecoklatan ia merupa hidup yang lain. melambai rebahi tanah. bersenandung di-
bawah, tersapu desir angin dan hujan. angin baca, hujan membaca. pun mentari yang sinari
tanpa lenguh dan keluh.muncul gelembung. tapi ia membaca, apalagi, barangkali engkau.
*****
bdg, 17 Maret 2011
Rabu, 16 Maret 2011
HAIKU SOLIDARITAS TSUNAMI JEPANG
1. TSUNAMI
badai bukanlah
bencana yang abadi
bangkit, pulihlah !
2. OH, SAKURA
angin tiupkan
bunga daun terkulai
di reruntuhan
3. SAPAAN
mungkinlah Tuhan
sedang menyapa kita
dengan 'kata'NYA
4. RADIASI
semoga saja
radiasi nuklirnya
taklah merebak
5. ISTIRAH
istirah dulu
wahai negara tangguh
dari sibukmu
6. MALAIKAT DATANG
itulah kepak
sayap malaikat kepak
menghampirimu
7. TEGAR
kau sungguh tegar
samurai dan jibaku
warnai fuji
8. TEMPA
tempanya kini
sungguh kuatkan negri
usai tsunami
9. BULIR BULIR
adanya suka
membulir airmata
pun duka lara
10. SALJU
mungkin sejenak
meleleh fujiyama
dari saljunya
11. PUING
punguti menit
rambahi kelok jalan
parade puing
12. SAHABAT
negara kokoh
kilauan pulau pulau
memagut rasa
13. KABAR TUHAN
luruh merenung
Tuhan taklah keliru
kirimkan kabar
14. RAJUTAN
rajutan isak
memberai kokoh dinding
mengait doa
15. BELASUNGKAWA
belasungkawa
kita di Indonesia
haturkan doa
*****
bdg, 16 Maret 2011
Rabu, 09 Maret 2011
APRESIASI penyair Muh Rain pada puisi Lollapalcoza 2
Lollapalcoza, 2
Oleh: Nella S. Wulan
berawal september. empat lima bulan berselang, bersirobok
pandangku mencium angin. 'keadaan membaik, yang amat baik'.
sebab kata adalah doa. pena melantun dari lompatan dingin
tumpukan impian. dan beginilah imaji merekam daya. dari mem-
baca skema.
lollapalcoza adalah doa kini dan masa depan. nafas kita untuk
bumi seisinya. menyimaknya dari bibir bibir mereka pemikir
bangsa, menggetar indah. menenangkan. menyimaknya dari
panggung lazuardi award serupa lontaran cinta. pemain bola
teriakkannya di lapangan bola pun sontak harubirukan lapang
nadiku. lollapalcoza! tak terengah lagi lajunya mencetak gol!
menangkup tangan bertutur syukur.
ketika leluhur siduru airmata, lalu pekik pun memalung relung ,
berairmata. cinta, duniaku lollapalcoza!
*****
bdg, 21 Pebruari 2011
Oleh: Nella S. Wulan
berawal september. empat lima bulan berselang, bersirobok
pandangku mencium angin. 'keadaan membaik, yang amat baik'.
sebab kata adalah doa. pena melantun dari lompatan dingin
tumpukan impian. dan beginilah imaji merekam daya. dari mem-
baca skema.
lollapalcoza adalah doa kini dan masa depan. nafas kita untuk
bumi seisinya. menyimaknya dari bibir bibir mereka pemikir
bangsa, menggetar indah. menenangkan. menyimaknya dari
panggung lazuardi award serupa lontaran cinta. pemain bola
teriakkannya di lapangan bola pun sontak harubirukan lapang
nadiku. lollapalcoza! tak terengah lagi lajunya mencetak gol!
menangkup tangan bertutur syukur.
ketika leluhur siduru airmata, lalu pekik pun memalung relung ,
berairmata. cinta, duniaku lollapalcoza!
*****
bdg, 21 Pebruari 2011
GAUNG APRESIASI MUHRAIN
Doa Antara Riuh Pena dan Bola
Bagi pembaca seperti saya, simbol “Lollapalcoza” yang sekaligus dijadikan judul puisi Nella S. Wulan kali ini lebih terdengar semacam suara menggema di tengah keriuhan. Keriuhan yang bernilai positif tentunya, sebab penulisnya sedang berpesta dalam menciptakan semangat baru, berupaya menghadirkan nilai positif dari kehadiran dunia “Pena” dan dunia “Bola”. Dua tema ini (Pena dan bola) dapat kita cermati dalam cuplikan larik puisi bait pertama ini sebagai berikut:
…pena melantun dari lompatan dingin
tumpukan impian….
Kita cermati betapa tenaga kepenulisan, tenaga pena dan ruang yang padat dalam menciptakan banyak harapan (tumpukan impian) telah membuat dunia menjadi berbeda, tidak kehilangan keinsyafan kehidupan melulu praduga. Di bait pertama ini Nella sedang mengajak pembacanya menghayati betapa dunia pena mampu merekam tenaga, daya untuk segala harapan kehidupan itu sendiri, perhatikan:
… imaji merekam daya. dari mem-
baca skema.
Dalam penutup bait pertama ini, penulis sedang semangat-semangatnya mengawali pengantar puisinya tentang suatu dunia berkarya, menulis dan menyatakan pemikiran lewat karya tulis. Sebab bagi penulis puisi ini, dengan menulis, maka kehidupan yang terhampar itu seolah sedang ditimbang baik buruknya, dijadikan semacam ancang-ancang, penulis menutup bait dengan kata-kata:
….dari membaca skema.
Maka tampak sekali bagi kita yang membaca puisi ini bahwa Nella sedang menawarkan pembacanya tentang kebaikan-kebaikan suatu bahasa pena, yang baginya dianggap pula bahasa doa:
… sebab kata adalah doa…
Telaah terhadap dunia menulis yang saya kira tidak sembarangan, asbun dan sekedar mencoba-coba berfilsafat belaka, sebab dengan cuplikan larik-larik puisinya, Nella sedang menawarkan suatu pemikiran yang utuh.
Beranjak ke bait kedua, kita semakin menikmati pola, bentuk pengucapan yang lebih dikenal sebagai tipografi (perwajahan puisi) yang lebih terkesan semacam cuplikan-cuplikan pemikiran penulis yang seolah sedang bermonolog, menyatakan pendapat-pendapatnya secara alami, mengalir tanpa hambatan berarti. Penulis tetap komitmen mengembangkan bait kedua ini dengan prilaku puisi yang tampil beda dibandingkan model penulisan puisi saat ini. Puisi ini cenderung mengabaikan fungsi tanda titik sebagai tanda berhentinya suatu kalimat/larik. Biasanya tanda koma mampu menggantikan upaya menghentikan sementara pengucapan-pengucapan suatu bahasa. Namun Nella tidak sedang menulis karya ilmiah, sebab itu sah-sah saja ia melakukan pelanggaran penggunaan tanda baca semacam ini, sejauh dianggapnya mampu meningkatkan nilai sebuah karya puisi. Nilai yang nyata dari pembubuhan tanda titik dalam puisi ini lebih kepada penciptaan cuplikan-cuplikan semacam puccel yang pada akhirnya akan membuat bulat dan utuhnya suatu pemikiran.
Perayaan akan sebuah pemikiran tampil dengan menyebut-catut suasana pertandingan bola, penulis sedang mengajak pembaca untuk merayakan kebeningan pemikiran yang ditawarkan olehnya, tema bola tanpa canggung begitu segar hadir dalam bait kedua puisi ini, perhatikan:
…pemain bola teriakkannya di lapangan bola pun sontak harubirukan lapang
nadiku…
Tergambar suasana teriakan di tengah lapangan setelah gool berhasil dicetak, setelah suatu pemikiran mampu memecahkan kebuntuan kehidupan, korelasi antara peristiwa bola yang glamour selanjutnya begitu gampang dan lapang dihubungkan Nella ke ranah kehidupan yang lebih luas, kehidupan yang sebenarnya, yang banyak menyita para pemain saling sikut, saling serang demi keberhasilan yang dicita-citakan.
Teriakan lollapalcoza yang sedari judul sudah ingin digambarkan oleh penulis puisi ini selanjutnya diterakan pada baris penutup bait kedua, perhatikan:
…lollapalcoza! tak terengah lagi lajunya mencetak gol!
menangkup tangan bertutur syukur.
Merayakan kehidupan dengan penyimbolan kata Lollapalcoza, tentang sebuah kegembiraan hasil suatu perjuangan. Lalu kita bisa dengan yakin terhadap pernyataan-pernyataan penulis puisi ini sejak dari awal perjalanan bait pertama juga bait kedua, agar pada akhirnya kita mampu memahami mengapa segala sesuatu penting untuk dirayakan, sebagaimana kehidupan itu sendiri. Menikmati kehidupan salah satunya adalah dengan mensyukuri dan merayakannya.
Selanjutnya, penulis ini menutup bait akhir puisinya dengan menyatakan mengapa kita harus merayakan kehidupan, bukankah kehidupan sejatinya adalah bekal perjuangan yang telah diusahakan oleh para pendahulu, oleh para pakar yang telah pengalaman, kehidupan adalah sesuatu yang tak bisa ditampilkan jika terlepas dari masa lalu, kehidupan tak bisa ada tanpa proses-proses awal yang telah dimulai oleh generasi terdahulu. Mari kita cermati intensitas daya ungkap Nella yang semakin baik di bagian akhir puisinya ini:
ketika leluhur siduru airmata, lalu pekik pun memalung relung ,
berairmata. cinta, duniaku lollapalcoza!
Yach… Lollapalcoza! Suatu intensitas daya ungkap merayakan yang pas versi Nella, kita yakini penulis ini sedang benar-benar bersemangat menggairahkan suatu penghargaan terhadap kehidupan. Lewat penghadiran dua tema: pena dan bola, saya kira cukup menjadi cerminan bagi pembaca puisi ini untuk tak lagi menyiakan keadaan dan merasa tak beruntung. Sebab setiap yang hidup tentu masih bersama dengan kesempatan dan kesempatan inilah yang harus kita rayakan dengan bijaksana, dengan menghargai kehidupan itu sendiri. Patut bagi kita mencermati puisi semacam ini, selain tampil baru dan tidak terlalu memaksakan penggalian-penggalian terlalu dalam terhadap sebuah tema kepuitisan, tidak berpura-pura berfilsafat dan seolah paling banyak mampu memberi penawaran pemikiran. Seorang Nella dalam kesederhanaan, seorang manusia yang mampu berpikir bijak, mengecilkan perkara besar yang sejatinya remeh dan menghapus perkara kecil tanpa ada arti. Ya.. tentu… Lollapalcoza! Selamat berpuisi Nella. Salam apresiatif dari Aceh.
Muhrain.
GAUNG APRESIASI MUHRAIN
Doa Antara Riuh Pena dan Bola
Bagi pembaca seperti saya, simbol “Lollapalcoza” yang sekaligus dijadikan judul puisi Nella S. Wulan kali ini lebih terdengar semacam suara menggema di tengah keriuhan. Keriuhan yang bernilai positif tentunya, sebab penulisnya sedang berpesta dalam menciptakan semangat baru, berupaya menghadirkan nilai positif dari kehadiran dunia “Pena” dan dunia “Bola”. Dua tema ini (Pena dan bola) dapat kita cermati dalam cuplikan larik puisi bait pertama ini sebagai berikut:
…pena melantun dari lompatan dingin
tumpukan impian….
Kita cermati betapa tenaga kepenulisan, tenaga pena dan ruang yang padat dalam menciptakan banyak harapan (tumpukan impian) telah membuat dunia menjadi berbeda, tidak kehilangan keinsyafan kehidupan melulu praduga. Di bait pertama ini Nella sedang mengajak pembacanya menghayati betapa dunia pena mampu merekam tenaga, daya untuk segala harapan kehidupan itu sendiri, perhatikan:
… imaji merekam daya. dari mem-
baca skema.
Dalam penutup bait pertama ini, penulis sedang semangat-semangatnya mengawali pengantar puisinya tentang suatu dunia berkarya, menulis dan menyatakan pemikiran lewat karya tulis. Sebab bagi penulis puisi ini, dengan menulis, maka kehidupan yang terhampar itu seolah sedang ditimbang baik buruknya, dijadikan semacam ancang-ancang, penulis menutup bait dengan kata-kata:
….dari membaca skema.
Maka tampak sekali bagi kita yang membaca puisi ini bahwa Nella sedang menawarkan pembacanya tentang kebaikan-kebaikan suatu bahasa pena, yang baginya dianggap pula bahasa doa:
… sebab kata adalah doa…
Telaah terhadap dunia menulis yang saya kira tidak sembarangan, asbun dan sekedar mencoba-coba berfilsafat belaka, sebab dengan cuplikan larik-larik puisinya, Nella sedang menawarkan suatu pemikiran yang utuh.
Beranjak ke bait kedua, kita semakin menikmati pola, bentuk pengucapan yang lebih dikenal sebagai tipografi (perwajahan puisi) yang lebih terkesan semacam cuplikan-cuplikan pemikiran penulis yang seolah sedang bermonolog, menyatakan pendapat-pendapatnya secara alami, mengalir tanpa hambatan berarti. Penulis tetap komitmen mengembangkan bait kedua ini dengan prilaku puisi yang tampil beda dibandingkan model penulisan puisi saat ini. Puisi ini cenderung mengabaikan fungsi tanda titik sebagai tanda berhentinya suatu kalimat/larik. Biasanya tanda koma mampu menggantikan upaya menghentikan sementara pengucapan-pengucapan suatu bahasa. Namun Nella tidak sedang menulis karya ilmiah, sebab itu sah-sah saja ia melakukan pelanggaran penggunaan tanda baca semacam ini, sejauh dianggapnya mampu meningkatkan nilai sebuah karya puisi. Nilai yang nyata dari pembubuhan tanda titik dalam puisi ini lebih kepada penciptaan cuplikan-cuplikan semacam puccel yang pada akhirnya akan membuat bulat dan utuhnya suatu pemikiran.
Perayaan akan sebuah pemikiran tampil dengan menyebut-catut suasana pertandingan bola, penulis sedang mengajak pembaca untuk merayakan kebeningan pemikiran yang ditawarkan olehnya, tema bola tanpa canggung begitu segar hadir dalam bait kedua puisi ini, perhatikan:
…pemain bola teriakkannya di lapangan bola pun sontak harubirukan lapang
nadiku…
Tergambar suasana teriakan di tengah lapangan setelah gool berhasil dicetak, setelah suatu pemikiran mampu memecahkan kebuntuan kehidupan, korelasi antara peristiwa bola yang glamour selanjutnya begitu gampang dan lapang dihubungkan Nella ke ranah kehidupan yang lebih luas, kehidupan yang sebenarnya, yang banyak menyita para pemain saling sikut, saling serang demi keberhasilan yang dicita-citakan.
Teriakan lollapalcoza yang sedari judul sudah ingin digambarkan oleh penulis puisi ini selanjutnya diterakan pada baris penutup bait kedua, perhatikan:
…lollapalcoza! tak terengah lagi lajunya mencetak gol!
menangkup tangan bertutur syukur.
Merayakan kehidupan dengan penyimbolan kata Lollapalcoza, tentang sebuah kegembiraan hasil suatu perjuangan. Lalu kita bisa dengan yakin terhadap pernyataan-pernyataan penulis puisi ini sejak dari awal perjalanan bait pertama juga bait kedua, agar pada akhirnya kita mampu memahami mengapa segala sesuatu penting untuk dirayakan, sebagaimana kehidupan itu sendiri. Menikmati kehidupan salah satunya adalah dengan mensyukuri dan merayakannya.
Selanjutnya, penulis ini menutup bait akhir puisinya dengan menyatakan mengapa kita harus merayakan kehidupan, bukankah kehidupan sejatinya adalah bekal perjuangan yang telah diusahakan oleh para pendahulu, oleh para pakar yang telah pengalaman, kehidupan adalah sesuatu yang tak bisa ditampilkan jika terlepas dari masa lalu, kehidupan tak bisa ada tanpa proses-proses awal yang telah dimulai oleh generasi terdahulu. Mari kita cermati intensitas daya ungkap Nella yang semakin baik di bagian akhir puisinya ini:
ketika leluhur siduru airmata, lalu pekik pun memalung relung ,
berairmata. cinta, duniaku lollapalcoza!
Yach… Lollapalcoza! Suatu intensitas daya ungkap merayakan yang pas versi Nella, kita yakini penulis ini sedang benar-benar bersemangat menggairahkan suatu penghargaan terhadap kehidupan. Lewat penghadiran dua tema: pena dan bola, saya kira cukup menjadi cerminan bagi pembaca puisi ini untuk tak lagi menyiakan keadaan dan merasa tak beruntung. Sebab setiap yang hidup tentu masih bersama dengan kesempatan dan kesempatan inilah yang harus kita rayakan dengan bijaksana, dengan menghargai kehidupan itu sendiri. Patut bagi kita mencermati puisi semacam ini, selain tampil baru dan tidak terlalu memaksakan penggalian-penggalian terlalu dalam terhadap sebuah tema kepuitisan, tidak berpura-pura berfilsafat dan seolah paling banyak mampu memberi penawaran pemikiran. Seorang Nella dalam kesederhanaan, seorang manusia yang mampu berpikir bijak, mengecilkan perkara besar yang sejatinya remeh dan menghapus perkara kecil tanpa ada arti. Ya.. tentu… Lollapalcoza! Selamat berpuisi Nella. Salam apresiatif dari Aceh.
Muhrain.