CERPEN : SEORANG NENEK DAN AKU
Kulihat seorang nenek berjalan sendirian dilicin papan, kugamit lengannya ,"Kemarilah,
akan kukisahkan dongeng untukmu, dari kemarin hanya telingaku saja yang menyimakku...
Mari kita duduk disana," ujarnya dengan menunjuk bangku kayu di bawah rimbun perdu.
"Ada apa di negeri ini? bertebaran orang makan orang. Para wanita mengaduh pedih di jaman
yang tak kenal musim. Lelaki berlari-lari meninggalkan jejak darah ditubuh perempuannya atau
pada lengang dan hiruk cuaca. Kemudian, kemarin, samar kudengar kabar tiga orang bocah
kakak beradik, 14th, 9th dan 3th ditinggal begitu saja oleh orangtuanya yang gantung diri di
petak rumahnya. Adakah telah kau dengar, benarkah demikian?"
Nenek renta ini masih tajam pendengarannya, meremang penglihatannya dan tulang-tulangnya
telah merapuh hingga harus memegang tongkat kayu. Putih rambutnya agak beterbangan di
balik ciputnya. Harum seorang nenek. Entah dimana ia tinggal, karena begitu saja kujumpai di
kebun bersemak dengan tanah usai diguyur hujan, basah dan licin. "Nenek darimana, hendak
kemana ?" Tebaran kelopak bunga ilalang diterpa angin, agak kencang sesekali melambai ringan.
Ia benahi letak duduknya, angin terus hembus terbangkan dedaun kuning kecoklatannya perdu.
Seharusnya pohon-pohon ini berbuah. Manis rasa dengan tebal daging putihnya amat disukai anak-
anak warga sini. Mereka berebutan melompat-lompat memetiknya. Rambutan termanis yang pernah
kurasa selain ace. Hujan tak tentu musim ini membuat alpa berbuahnya rambutan. Tidak di kebun ini
saja, tentu di kebun-kebun senusantara. Lain halnya durian, ia tetap berbuah walau tak selebat di
musim yang sejuk walau bernama kemarau. "Uhuk huk... " sesekali nek ini terbatuk-batuk.
(...)
*****
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar