denting jendelaku, lantunkan untaian, puisi, cerpen dan pernak pernik kehidupan... *Bandung, West Java - INDONESIA
jendela nella s wulan ,
Minggu, 30 Oktober 2011
Kamis, 27 Oktober 2011
ANGIN
hati siapa yang terapung di lautan
tulang tulang itu selami lebuh mantra
langgam lafadz mendebur
terburai melarut anyir merah asin
tamparan angin sana sini, menghampar lara
silih berganti, bergeming hening
menyaksi , menyimak _ aku
mata senyap, memandang pedih
telinga menaut tanya : " di mana ini ?"
tiup angin betapa kini
menyimak bisik sebisaku, agar tetap semilir
biar rimbun berdoa, untuk tak berucap lain
tenang menawan, ayomi para makhluk
sekap pintu pintu relung terindah
: raih buana, pesona semesta
lentur melebur, lebur kian debur!
menambat tulang di rusuk rusuknya
dipiuh angin lautan ke benua
*****
bandung, 28 Oktober 2011
tulang tulang itu selami lebuh mantra
langgam lafadz mendebur
terburai melarut anyir merah asin
tamparan angin sana sini, menghampar lara
silih berganti, bergeming hening
menyaksi , menyimak _ aku
mata senyap, memandang pedih
telinga menaut tanya : " di mana ini ?"
tiup angin betapa kini
menyimak bisik sebisaku, agar tetap semilir
biar rimbun berdoa, untuk tak berucap lain
tenang menawan, ayomi para makhluk
sekap pintu pintu relung terindah
: raih buana, pesona semesta
lentur melebur, lebur kian debur!
menambat tulang di rusuk rusuknya
dipiuh angin lautan ke benua
*****
bandung, 28 Oktober 2011
Rabu, 26 Oktober 2011
THE CANDLE LIGHT
barangkali Tuhan cemburu pada kita
sebab berjarak jarak adamu, seringkali begitu
namun tentu tidak relungmu
kusimak bibir pagi, di jingga biru kita
dan telapak basah merindu pagut
kunyalakan lilin, ia serenadekan merdu riak api
awan menari anggun
kesyahduan cekam indah sulur
kusimak bibir pagi, jingga biru kita
dan jari jari mengurai batu batu rindu
halus lilin memukul mukulnya
hingga menit ini, ia masih membongkah
the candle light
nyala lilin, sayang, aku demikian api
bongkah, hembus angin narikan awan
bunyi bunyi masam apa telah tersimak hingga
sebab berjarak jarak adamu, masih begitu
senyumlah di lengkung pagi, nyala kau genggam
dan Tuhan, IA berucap halus di jingga biru kita
lengan lengan betapa api
* silence in pray
sebab berjarak jarak adamu, seringkali begitu
namun tentu tidak relungmu
kusimak bibir pagi, di jingga biru kita
dan telapak basah merindu pagut
kunyalakan lilin, ia serenadekan merdu riak api
awan menari anggun
kesyahduan cekam indah sulur
kusimak bibir pagi, jingga biru kita
dan jari jari mengurai batu batu rindu
halus lilin memukul mukulnya
hingga menit ini, ia masih membongkah
the candle light
nyala lilin, sayang, aku demikian api
bongkah, hembus angin narikan awan
bunyi bunyi masam apa telah tersimak hingga
sebab berjarak jarak adamu, masih begitu
senyumlah di lengkung pagi, nyala kau genggam
dan Tuhan, IA berucap halus di jingga biru kita
lengan lengan betapa api
* silence in pray
Senin, 24 Oktober 2011
THE FLOWER ESSENCE
: tuk Suamiku
14th Anniversary, 25 Oct 1997- 25 Oct 2011
beterbangannya helai dedaun kuning cokelat di tepi kemarau, isyaratkan tunas
yang bakal tumbuh dengan jingga biru langit. ia tergamit dari percik buana. ke-
kayu luarnya melepuh, disetiap lebuh ia derai ucap: bahwa telah merisalah ayu-
nan tungkai kita. di empatbelas tahunmu dan aku, menyurat hari hari diragam
bunyi hentak, sesekali cekam keheningan.
"ketuk ketukkan ruas jarimu, sayang,"katamu
"biarkan angin aromakan terik mentari, ia sketsa pemahaman akan rerupa ingat-
an". berpegang tangan, kian kencang aku padamu. serat serat mengelopak. di
beberapa helainya terbang disenandung musim. beberapa ikat bunga kau beli
dari pasar untukku, untuk ku taruh di meja oval tempat tinggal kita yang terka-
dang masih bocor oleh lepuh kemarau. sebotol wewangi bunga, the flower
essence, pun kau beri padaku _ bisik dikejauhan: untuk kening, relung dan
tulang rusuk penggenapku yang akan senantiasa indah.
suatu saat anak kita teriak,"ayah, kucabut ubannya". lalu kau senyum, membiar
ia tarik beberapa helainya. uban tak senyapkan rentang yang netas khidmat di-
gempita, sayang. ia pesonai ufuk ke senja. esok, seutas akan tumbuh seiring
mentari.
demi masa, ketika alam menukik kemarau. senyummu menderai hingar, gejolakkan
angin dimusim riuh. lelehan lilinnya menerus nyala _ layaknya gerai biru pelangi
yang tercerabut, ia merentang di sudut sudut, mencipta cahaya. tak bertepi.
*****
bandung, 25 Oktober 2011
Jumat, 21 Oktober 2011
MANUSIA POHON
betapa di sekitar manusia pohon itu bergerombol
orang desa, orang kota, orang samudera
mereka hirup semilir angin , sejuk tarik dan hembus
angin
dengan semburat kasih, kibar hingga
jingga kebiruan kening pipi dagumu
tiupan tak bertepi, sejauh sudut pandang_melambai engkau
senja tiba, "halau menepilah sejenak."
"baiklah," hembus terduduk merapal doa, sesekali usap
punggung tangan sang pohon, semakin cekat_
bercahaya kian kayu kayu hingga dedaun
bila tiba bebintang, hingga lompatan percik menimpa,
itulah saat dimana orang orang rapatkan riuh cintanya
dan manusia pohon
usai lembayung senantiasa merindu kerlip
dan selalu kerlap kerlip senyawai senyap kayu reranting
angin bersideku tiup hingga mengalun sepoi
ia merentang lalu, semarakkan rimbun dengan tarik hembusnya
pukaukan tatap hingga pandang semakin jingga kebiruan
kau, engkaulah manusia pohon
dedaun julang tumbuh mengembang
tiada ucap gentar, tiada ucap terlambat menata rimbun
disenyum Sang Maha
*****
bandung, 21 Oktober 2011
Kamis, 20 Oktober 2011
GEMBALA
berjalan di sekat sekat labirin, kelok rerumput menggamit
agar tak sedepa pun melicin, senja mengarak denting 12 kekanan
ia gembalakan domba , beterbangan bebulunya
angin kala itu dekatkan mimpi akan subur ternaknya
mentari jangkau keindahan menawan, seiring senyum hangat
selalu dirindu: anak gembala berpedati tali kian percepat larian
domba, mengejar lentera rumput dari semak yang ia kata, taman
tertegun doa merelung juga doamu_ Sang Maha Menahu
walau semakin kutahu, betapa kian tak kumengerti
semakin gegas ia berlari, dengus anjing di balik semak
dedaun bunga taman menepuk sulang, tak hendak kecewa
beberapa tangkai termakan gigit domba gembala
ia bertahan untuk bergetar tumbuh, demi hari dikunyah peluh
menelannya menjadi bulir daging
tubuh tubuh makhluk alam, binar melaju
: mereka masih berlarian, di sekat kelok rerumput
jangan tinggalkan, sebab ia akan berbaring resah
bukan menapaktilasi alas tepleknya, namun tertegun
pesonai wewangi taman taman, usai basah menepi
anak gembala berpedati, berlari lari dengan domba
berkerumun kasih di hamparan pagi
lonceng kekanan, disetiap dentingnya catatkan langkah lari
keriap peluh tak mengeluh, syairkan lompatan gemuruh yang luruh
*****
bandung, 21 Oktober 2011
Sabtu, 15 Oktober 2011
SUKA DUKA : REMANG KUDUK, GAMBAR & HURUF
suka duka adalah remang kuduk,
rimbun senyap dari sela gempita
ia menekuri diri di perbincangan bumi
suka duka adalah aku,
hirup menguarnya aroma manusia pohon
berdenting dedaun melantun
serat serat uban, kian senyumkan pagi
kian kencang bagi dengus angin, bergelantungan
batang batang menguat
manusia memohon rimbun bebulir bening
padanya beranjak suka, terkadang duka
suka duka adalah gambar dan huruf huruf
tersirat, tersurat di kubang
berserak di dinding dinding bumi
*****
bandung, 15 Oktober 2011
Jumat, 14 Oktober 2011
MATAHARI MASIH
kau simakkah,
matahari masih membisik doa
letup jingga hingga
hingga degup kening ke tungkai
abaikan bebatu debu
jumpalitan dengki ucap
padahal betapa tak menahu ia
maka matahari masihlah letup
*****
bandung, 14 Oktober 2011
Kamis, 13 Oktober 2011
GENANG DI SUDUT PANDANG
embun haru, genang di sudut pandang
dari jajaran pepohon berkelok
ia membentuk peta dengan batang dan reranting
usai senja, menjadi kunang kunang
lontari bintang hingga kian nyala sayap sayap
kilau neteskan bebulir, hakikat tubuhnya
senantiasa bergidik akan khusyuk genangan
bebulir, di hampar jajar berkelok batang reranting
turuti tapak tapaknya ayun
*****
bandung, 13 Oktober 2011
dari jajaran pepohon berkelok
ia membentuk peta dengan batang dan reranting
usai senja, menjadi kunang kunang
lontari bintang hingga kian nyala sayap sayap
kilau neteskan bebulir, hakikat tubuhnya
senantiasa bergidik akan khusyuk genangan
bebulir, di hampar jajar berkelok batang reranting
turuti tapak tapaknya ayun
*****
bandung, 13 Oktober 2011
Selasa, 11 Oktober 2011
MENANGKUP, MENANGKAP
rebakkan telapak diuntai putik jari
usah selalu menangkup di ceruk doa
penambahan pahala serat di tapak
di kelopak tangan, terkembang ia nangkap,
genggam, mengurai beku detak
dari bebasah kuyup
dari kepul bakaran kayu suluh
hingga api jalar kelindani adamu!
usah selalu menangkup, lengkung tetulangmu
nelungkup, lihatlah
: rebak, rebakkan ia berjajar berlari
usai ambang pepintu terbuka
menetak detak melesung pagi
*****
bandung, 11 Oktober 2011
Sabtu, 08 Oktober 2011
BERANDA RERINTIK
rintik ritmis basuh bebatu debu dari bekunya, merupa indah langit
Allah cahyakan tuk berlarian dan menarikan wangi tanah. gelayut
dedaun bebunga di tangkai mengokoh ranting.
di lorong perbincangan, dinding turut menangkup, bisik lirih remang.
malaikat memahat cahya di relung hingga tangan kaki orang orang
kecintaannya. bersampingan,beberapa perbincangan menanti tepuk.
ada yang bermantel, berjins sobek, bergaun tebal tipis, berkaoskaki,
bersarungtangan. jika tindakan akan tentramkan ketenanganku, ber-
tabahlah aku di sini. tapi bila anyir akan ritmis, tak hendak kusimak
rangkai ucapan yang duduk di bangku bangku meja menanti panggil.
tapi adakah cahya melukai? kepada siapa kubagi asing, pukau dari re-
lung, beberapa saja rasai. mestikah dipahat? hati ini tak beku,tak mes-
ti jajar melorongkan diri . biar di suatu ranah sana angin membentuk.
malaikat menahu, tak usah ia memahat. mungkin beberapa hati sebeku
gundu, bebatu atau bongkahan mengkal. mereka masih di sana. dan
telapak tarikku jalan, raup gerimis , darinya kemarau kian menepi. kun-
cup kuncup bunga menyembul di sela sela jari kaki kaki. kita di beranda
rerintik, bergulma zat bumi. dan rerumputan, basah ia tergelak canda,
sesekali sendui muram disekian perbincangan.
*****
Jumat, 07 Oktober 2011
DI TELAPAK TANGAN
lihatlah onggokan apa begitu gumpal di telapak tanganmu , kerikil debu, lembaran kusut, bebunga atau dedaun cemas, gumpal kerakal tabah ataukah bebatu rindu dan karang doa ?
jika kau lihat milikku, akhir akhir ini tak sedang ingin mewarna
senyum entah tak ingin mengembang, nelikung jam jam menawar gerai tapak
meraup pagi yang terkapar, bersegera telapak tangan nangkup
erat di jari jariNYA, berurat semburat merahnya ungu
kemudian siang rebak, bertandang senja di beranda sang malam
tanah melengkung beraspal dingin, gelayut di tarik ruas ruas jeruji
Sang Kuasa , segala ajaibnya IA gamit apapun
terayun aku pun di ayunan ruas ruas jariNYA
onggokan likat memburai lunak, senyummu di sana
malam sekira hunus pedas, mengalun alus hingga di embun segala musim
: nelungkup loncati ruas ruas jariNYA, jariku, bila mungkin jarimu
di telapak telapak tangan, demikian gumpal neka: bungah kesah rasa
*****
bandung, 07 Oktober 2011
jika kau lihat milikku, akhir akhir ini tak sedang ingin mewarna
senyum entah tak ingin mengembang, nelikung jam jam menawar gerai tapak
meraup pagi yang terkapar, bersegera telapak tangan nangkup
erat di jari jariNYA, berurat semburat merahnya ungu
kemudian siang rebak, bertandang senja di beranda sang malam
tanah melengkung beraspal dingin, gelayut di tarik ruas ruas jeruji
Sang Kuasa , segala ajaibnya IA gamit apapun
terayun aku pun di ayunan ruas ruas jariNYA
onggokan likat memburai lunak, senyummu di sana
malam sekira hunus pedas, mengalun alus hingga di embun segala musim
: nelungkup loncati ruas ruas jariNYA, jariku, bila mungkin jarimu
di telapak telapak tangan, demikian gumpal neka: bungah kesah rasa
*****
bandung, 07 Oktober 2011
Selasa, 04 Oktober 2011
MENEDUH
berlarian, berlompatan
telapak telapak meraup teduh
dari kemarin asap
lalu hingga sendiri saja
cekam, bumi cengkeram
mengapa api memburu
tata birai
di mana pagi meneduh
di ufuk sejuk rengkuhmu
namun wahai,
sungging senyum belum menguak
meneduh di mana rimbun
*****
bandung, 05 Oktober 2011
Minggu, 02 Oktober 2011
RINTIK
bunga aneka aroma, surga di meja
seketika merintik kelopak
bebulir kata telah terhisap, dari tangkai
bawakan sari makna kerebak sukma
rekah senyap, gejolak kuasa angin
meniup serpih, menitik doa putik
mungkin kini memuara rintik pelupuk
direpih lirih, sorai lerai jangan lukai
julang cita berlaksa derap
geming melarik keheningan biru
*****
bandung, 02 Oktober 2011
seketika merintik kelopak
bebulir kata telah terhisap, dari tangkai
bawakan sari makna kerebak sukma
rekah senyap, gejolak kuasa angin
meniup serpih, menitik doa putik
mungkin kini memuara rintik pelupuk
direpih lirih, sorai lerai jangan lukai
julang cita berlaksa derap
geming melarik keheningan biru
*****
bandung, 02 Oktober 2011
Langganan:
Postingan (Atom)