senyap, sembab. Setelah repih lubang, sayat anyir sontak bak dipaku.
Kutahu Kau ada, Kau dekat, mungkin terduduk di bangku kayu muda
oleh gerimis_ aroma menawan jumpai kemarau,belum tiba penghujan.
Daun daun coklat melambai dipiuh angin. Lenggang halus jumpa debu.
Reranting senyumi bakal daun tumbuh. Bunga rebak, mahkotai rimbun.
O keindahan alam mana yang hendak kupungkiri? Dan kau, senja ini
kirim pesan: akan ke medical check up dulu. Entahlah , padahal ingin
ku duduk rebahan denganmu di rindang.Kita di rerumput dan ilalang
sekitar. Embun senja yang ranum, meneduhkan. Sejenak bebulir lembab.
Ingin kuwadahi ia hingga keringnya, tapi tak jua nitik. Bebulirku masih
kemarau. Di ujung sana bagaimana? Adakah angin panas derai sejuk?
Taklah kau suka diagnosa, atau jenguk seseorang yang juga cerah bila
dengar tapak sepatumu. Namun kau benci suntikan, tak suka aroma
obat_sepertiku. Sejenak keningmu berkeringat di ruang ber-ac. Ingin
kuseka , namun angin belum jangkaukan. Kau sibuk dengan kernyit dahi.
Tapi sibuk itu pilihanmu, dan kau tuluskan bakti pada warga bumi. Setang-
guh bahu dan tungkai menyangga tubuhmu. Selalu kusenang simak tawa
hingarmu, tak sungguh kerlingmu pada seseorang beraroma jarum suntik
dan labu infus itu bukan? Aha, ia bagian dari warna warni kehidupan, bah-
wa tak pada setiap orang kau bisa merebah ayun tenang. Berbincang senyap.
sc
*
Telah jelang senja berikutnya. Kembali kusambangi kebun rumput ini jum-
puti setiap keindahan kata di rimbun pohon. Harum rumput, pelepah kayu,
seperti rempah rempah binaran. Sejuk dan hangati nafasku. Esok, ketika
longgar waktumu, lukislah derak ingatmu. Padaku diketeduhan huruf huruf
mudamu. Aku akan bangga, pada merindingnya bulu kuduk di pagi embun .
lalu jika helai- helai buku kubaca, berjingkat kuduk, ditangkup syukur yang
selalu tatapku terbelalak. Buku spiral di pangkuan, sesekali kugigit bolpen
penawar sukacita. Masih kutulis helai di halaman berikut. Saling rebut gigit
dengan rumputasah, rasa embun daun senja, agak asin. Menerus lapang
rerumput ini membawaku nikmati kesejukan kebun.
*
Sesekali tampak anak-anak kecil bersepeda di pinggir jalan. Mereka bernyanyi,
berteriak-teriak menikmati masa yang belum kelok. Indah simak senandung de-
daun dihembus angin, rerumput yang sukacita teduhi sesiapa kita yang merebah
dan duduk-duduk di sini. Jingkat ranum embun yang senantiasa menyejukkan.
Kehangatan alam mana yang hendak kupungkiri? Allah_kekasihku, terima kasih.
Tak selamanya getir memahat di dada tulangku.
Senyap ini kupeluk sendiri, sesekali pipit cericit menyapaku. Seolah tahu bahwa
i pun kunanti, menemani hening mata yang tak hendak kulelapkan di sini .
Ragam bebunyian indah kusimak. Jika ibu tersayangmu bersamaku kini, kiranya
semarak senyapku. Kita akan berbincang tentang alam, kehidupan dan sejarahnya,
tentang sahabatmu ketika muda, bahas buku, mengenai bumi, negeri ini dimana ia
menyayanginya. Rasa sakit tak pernah ia rasa, rasa kasih dan sabar selalu ia tebar.
Sepertinya kita cepat menjadi sahabat, pun aku sebagai anak yang setiai kisah-kisah
tentangmu, masa mudanya dengan senyum dan tawa. Bila berjauhan, kita akan ber-
kirim kabar, hanya sekedar menyapa dan bertanya; apakah kau baik-baik di sana?
Sampaikan salam pelukku , bila kau jumpainya didoa-doa yang selalu kau panjat.
Dari terjal, liku-liku mengerikil, jejalan menabahkan senandung langgam. Temu terang.
berlan-bulan telah, bertahun, hikmati lembar kisahku. Teman-teman simpangsiur-
an tanya yang kadang mengusik. Hanya sahabat sejati yang sungguh mengerti tabiatdan karakterkulah yang setia disamping. Ada prasangka menghilir, riak ronta dada,
sembari kurajut benang-benang esok. Hingga dapat kugunakan, rindu sapa menapakki
hari-hari. Rerumput disenja embun pun setia sejukkan, mereka serenadekan hidup yangmesti kita nikmati, di kelok likunya. Allah, kekasihku, padaMu setiap kisah menggores,
masih kutulis di helai-helai berikut. Cericit pipit mengepak lincah, pucuk rerumput_sese-
kali menggelitik, aroma kebun, dedaun gemerisik hening. Celoteh pejalan kaki di pinggir kebun,
o kehangatan mana yang hendak dipungkiri, ia selalu pagi. Rerumput basah meraut jari-jari,
untuk ayun, ayuh jalan, berlari pun menangkup syukur. Menjumput kata di rimbun pohon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar