kita dihadapkan pada tangan pagi dan kidung senja. lelaki itu
berjalan dan berlarian. sesekali ia petik tangkai bunga agar
harum persendiannya. ia diuji dengan kuncup mekar direbak
merah muda. sesekali tergesa hingga duri menoreh di jarinya,
ia kecup dengan kedamaian. inilah bonanza, cinta ,
boulevard _ kanan kiri pepohon dan bebunga, warnai setiap
derap cepat, perlahan dan ketulusan. telah ada di kitab bahwa:
hidup terkadang harum, pun berduri
kemana pergi ketika senja, aureol yang nampak melingkar
di kepalamu, pada siapa kau persembahkan? atau sedang kau
taruh agar tak tergerus cuaca yang gigil? baiklah, apapun itu
dengan siapa candatawa tentulah mematangkan indah tulus
diri, dengan beraureol maupun tak. petir kadang dibalut gulung-
an mendung. kotaku masih penghujan, deras siang ke senja
dan malam. bebulir terkadang debu, bahkan berpasir lembut.
di suatu taman, anak anak kecil berlarian mengenakan aureol,
terbentuk dari jernih bebulir yang berai dari langit
*****
bandung, 29 Pebruari 2012
(* puisi ini dimuat di antologi bersama: KARTINI INDONESIA dg 68 Penyair Wanita Mutakhir)